Penyerangan rezim Zionis terhadap Masjid Al Aqsa di Jerusalem berlanjut tanpa hambatan sejak kota itu diduduki pada 1967. Namun dua tahun terakhir menandai peningkatan pada jumlah dan skala penyerangan ini.

Serangan paling serius pada masjid ini terjadi pada 1967, ketika Denis Michael Rohan, seorang Yahudi asal Australia membakar masjid tersebut dan merusak sebagian bangunannya.

Hingga saat ini, Islamic Waqf di Jerusalem yang bertanggung jawab untuk merawat bangunan itu, masih memperbaiki kerusakan yang diakibatkan oleh pembakaran tersebut.

Serangan zionis tak hanya berhenti pada bangunan masjid, namun juga menyasar warga Palestina yang ingin beribadah. Pada April 1982, seorang tentara zionis menembaki jamaah di dalam masjid, menewaskan dua orang dan melukai enam lainnya.

Pada Oktober 1990, polisi zionis membunuh 21 warga Palestina dan mencederai 150 lainnya saat kerusuhan meletus ketika ekstrimis Yahudi berusaha memasang bebatuan dari kuil Yahudi di dalam masjid.

Sejak rezim itu menduduki Jerusalem pada 1967, zionis Israel telah melakukan banyak penggalian di sekitar masjid dengan dalih tujuan ‘arkeologis’.

Keberatan warga Palestina atas tindakan itu mencapai puncaknya pada September 1996, saat pemerintah zionis membuat terowongan di bawah dinding barat Al Aqsa.

Langkah ini menarik penentangan masif warga Palestina, memicu demonstrasi yang berlangsung hingga berhari-hari di wilayah pendudukan, dengan 63 warga Palestina terbunuh dan 1.600 lainnya terluka.

Masjid Al Aqsa juga pernah menjadi pusat Intifada kedua pada September 2000, ketika politisi zionis Ariel Sharon sengaja memasuki halaman Al Aqsa dengan dikawal tentara bersenjata.

Gerakan perlawanan itu, yang berlangsung hingga 2005, telah merenggut nyawa ratusan warga Palestina dan ribuan lainnya terluka di seluruh wilayah pendudukan.

Menyusul kunjungan Sharon, Islamic Waqf menutup masjid untuk kunjungan non-muslim, namun tentara zionis memaksa membuka akses dari sisi lain pada Agustus 2003.

Sejak itu, gerombolan ekstrimis Yahudi pendudukan mulai menyerbu dan memadati masjid dengan frekuensi yang semakin meningkat.

“Tak ragu lagi, 2015 adalah saat yang tersulit bagi masjid Al Aqsa dan warga Palestina. Hal ini disebabkan oleh pendudukan yang makin ganas dan gerakan pendukung Perdana Menteri Zionis, Benyamin Netanyahu,” ujar Sheikh Ikrima Sabri, imam besar masjid tersebut.

Menurut Islamic Waqf, tahun lalu saja lebih dari 11.000 penduduk zionis telah memaksa masuk di area masjid tersebut.

Juru bicara Islamic Waqf, Firas Al-Dibs menyatakan bahwa bulan September 2015 lalu mencatatkan rekor dengan lebih dari 1.500 zionis memasuki masjid.

Jamaah masjid asal Palestina mencoba menghalangi ulah zionis pendudukan tersebut yang mengakibatkan tentara zionis memasuki area masjid untuk melindungi gerombolan Yahudi ekstrim.

Beberapa warga Palestina terluka dalam insiden tersebut, yang memicu kerusuhan di awal Oktober, yang berlangsung hingga hari ini.

Sementara itu, Netanyahu telah berulang kali menyatakan, bahwa ‘status quo’ masjid Al Aqsa akan terus dipertahankan, dan umat muslim dilarang untuk melakuan aktivitas ibadah di masjid tersebut.

Namun banyak pihak mulai skeptis, dan menuduh rezim zionis berencana untuk membagi masjid itu antara muslim dan yahudi – sebuah skenario yang pernah dibicarakan di parlemen zionis pada Agustus 2014.

 

https://www.middleeastmonitor.com/blogs/politics/23398-1967-2015-israels-ongoing-legacy-of-assaults-on-al-aqsa