Selama masa sidang menyangkut legalitas Hukum Regulasi Pemukiman Israel yang kontroversial, pemerintah Israel berpendapat bahwa Knesset (parlemen – penerjemah) Israel dapat “membuat legislasi di mana pun di dunia” dan “boleh mengabaikan panduan hukum internasional dalam bidang apa pun sesuai keinginan.”

Pernyataan tersebut, yang diucapkan di depan Mahkamah Agung Israel bulan lalu, menunjukkan bukti jelas bahwa pemerintah Israel secara terbuka mengabaikan hukum internasional dengan persetujuan penuh pejabat-pejabat tinggi mereka dalam rangka mencaplok wilayah okupasi Palestina dan menghapus harapan akan adanya negara Palestina.

Setelah Hukum Regulasi Pemukiman dikeluarkan tahun lalu, beberapa kelompok hak asasi Palestina yang dipimpin oleh Adalah – Pusat Hukum bagi Hak Asasi Minoritas Arab di Israel – mengajukan petisi ke Mahkamah Agung Israel dengan argumen bahwa Knesset tidak punya wewenang legal untuk membuat atau menegakkan hukum di wilayah yang dikuasai oleh Negara Israel yang bukan wilayah resmi Israel. Konsekuensinya adalah, menurut petisi tersebut, Knesset tidak dapat mengeluarkan aturan untuk mencaplok Tepi Barat atau melanggar hak-hak rakyat Palestina yang tinggal di wilayah okupasi Tepi Barat.

Hukum Regulasi Pemukiman, yang dikeluarkan tahun lalu, berlaku surut, melegalkan perampasan tanah pribadi milik rakyat Palestina di wilayah okupasi Tepi Barat yang dilakukan oleh pendatang ilegal Yahudi. Hukum tersebut begitu ekstrim sampai-sampai ditentang oleh beberapa anggota partai sayap kanan Israel Likud, bahkan Perdana Menteri Israel Benyamin Netanyahu pun menolak untuk memberikan dukungan penuh pada peraturan tersebut karena kuatir pejabat-pejabat Israel akan dituntut oleh Mahkamah Pidana Internasional.

Ketika Jaksa Agung Israel Avichai Mandelblit menolak untuk membela hukum tersebut di pengadilan karena jelas-jelas melanggar Konvensi Jenewa Keempat, Menteri Kehakiman Ayelet Shaked bersumpah untuk menyewa pengacara swasta untuk melakukannya, yang mana pada akhirnya benar-benar terjadi.

Kemudian, sebagai respon terhadap petisi Adalah yang menentang hukum tersebut, pengacara swasta pemerintah Israel Arnon Harel bulan lalu mengeluarkan argumen bahwa badan legislatif Israel boleh “memerintah semua komandan militer wilayah [Tepi Barat] sesuai kepentingan; … dan menjabarkan otoritas komandan militer [Tepi Barat] sesuai kepentingan;” dan bahwa pemerintah Israel punya otoritas “untuk mencaplok wilayah mana pun” yang diinginkan. Lebih jauh lagi, pemerintah Israel juga menekankan bahwa mereka punya hak untuk “mengabaikan hukum internasional dalam bidang apa pun sesuai keinginan mereka.

Sebagai balasan, para pengacara Adalah dan kelompok kanan lainnya mengeluarkan pernyataan yang menunjukkan bahwa “kelompok ekstrimis” pemerintah Israel “tidak ada tandingannya di dunia,” dan juga menambahkan bahwa pernyataan pemerintah Israel “jelas melanggar hukum internasional dan Piagam Persatuan Bangsa-bangsa yang mewajibkan negara-negara anggota untuk tidak melakukan tindakan yang mengancam atau menggunakan kekerasan terhadap integritas wilayah negara lain – termasuk wilayah okupasi.”

Mereka juga menunjukkan bahwa “posisi ekstrimis pemerintah Israel, pada faktanya, adalah sebuah deklarasi dari niat mereka untuk melanjutkan pencaplokan Tepi Barat.”

Sudah jadi rahasia umum kalau Israel berniat untuk mencaplok Tepi Barat sepenuhnya. Pada bulan Juli, pejabat PBB Michael Lynk memperingatkan:

“Setelah bertahun-tahun Israel sedikit demi sedikit mencaplok Tepi Barat secara de facto dengan cara perluasan wilayah pemukiman, pembentukan zona militer tertutup dan cara-cara lainnya, Israel tampaknya makin dekat untuk memberlakukan peraturan yang akan secara formal mencaplok sebagian Tepi Barat.”

Setelah keluarnya peringatan dari Lynk, Knesset Israel mengeluarkan beberapa dokumen yang pada dasarnya bertujuan untuk mencaplok Tepi Barat, seperti dokumen kontroversial yang memperbolehkan warga Yahudi Israel untuk membeli tanah Palestina di “Area C” wilayah okupasi Tepi Barat, yang akan menjadi pondasi transisi untuk menjadi wilayah Israel. Area C mencakup lebih dari 60 persen dari total wilayah Tepi Barat.

Tindakan legal tersebut juga disertai oleh peningkatan dramatis pembangunan di pemukiman ilegal Tepi Barat, yang mana – sebagian karena Hukum Regulasi Pemukiman – merupakan cara utama yang dipakai oleh Israel untuk mendapatkan wilayah Palestina secara ilegal.

Sekarang, dengan pemerintah mengakui secara terbuka status Israel sebagai negara liar dan niat mereka untuk bertindak tanpa memedulikan norma-norma internasional atau nilai-nilai kesusilaan dasar, Israel memberikan indikasi bahwa mereka sangat berniat untuk membasmi etnis Palestina dan menyingkirkan “ancaman demografi” sekarang dan selamanya.

Whitney Webb
https://www.mintpressnews.com/israel-breaking-international-law-annex-palestine/249702/