Lebih dari lima tahun terakhir, propaganda yang semakin konyol dilemparkan terhadap Presiden alAssad dan Tentara Arab Suriah (Syrian Arab Army – SAA) telah menggunakan istilah yang sangat beragam, mulai dari retorika ‘revolusi’ yang diinisiali OTPOR, ‘pengunjuk rasa damai ditembaki’ hingga istilah penuh kebohongan lainnya seperti ‘perang saudara’ dan ‘pemberontak yang moderat’.

Di saat kampanye intervensi dengan teroris dan para aktor kemanusiaan yang baru terus bermunculan di dalam aliansi pasukan pembunuh NATO, penting untuk mengulas kembali beberapa poin penting seputar perang Suriah.

Iringan Jutaan Orang

Pada tanggal 29 Maret 2011 (kurang dari dua minggu sebelum ‘revolusi’ fantasi), lebih dari 6 juta orang dari seluruh negeri Suriah turun ke jalan untuk menunjukkan dukungan mereka bagi Presiden al-Assad. Pada bulan Juni, dilaporkan ada ratusan ribu orang berbaris di Damaskus untuk mendukung sang presiden dengan mengusung bendera Suriah sepanjang 2,3 kilometer. Pada bulan November 2011 (9 bulan menuju kekacauan), massa kembali melakukan aksi demonstrasi mendukung Presiden al-Assad, khususnya di Homs (yang katanya disebut sebagai ibukota ‘revolusi’), di Dara’a (yang katanya disebut sebagai ‘kota kelahiran revolusi’), Deir ez-Zour, Raqqa, Latakia, dan Damaskus.

Demonstrasi massa seperti ini telah terjadi berulang kali sejak itu, termasuk pada bulan Maret 2012, Mei 2014 menjelang pemilihan Presiden, dan di bulan Juni 2015 – sekadar untuk mencatat beberapa aksi massa dalam skala besar.

Pada bulan Mei 2013, bahkan dilaporkan NATO mengakui popularitas presiden Suriah meningkat. “Data tersebut, yang disampaikan NATO sebulan terakhir, menegaskan bahwa 70 persen penduduk Suriah mendukung” pemerintahan Assad. Saat ini, jumlahnya sekurang-kurangnya mencapai 80 persen.

Tolok ukur paling nyata yang menunjukkan dukungan terhadap Assad adalah pemilihan presiden pada bulan Juni 2014, di mana terdapat 74 persen (11,6 juta) dari 15,8 juta pemilih terdaftar di Suriah telah memberikan suara, dan Presiden al-Assad memenangkan 88 persen suara. Upaya yang ditempuh orang Suriah yang tinggal di luar Suriah untuk menyampaikan suara cukup mengagumkan, mulai dari membanjirnya kedutaan Suriah di Beirut selama dua hari penuh (dan berjalan beberapa kilometer untuk mencapai lokasi tersebut) dan mereka yang tinggal di negara-negara yang telah menutup kedutaan Suriah, menempuh jalur penerbangan ke bandar udara Damaskus hanya untuk 2 menyampaikan suara mereka. Di dalam negeri Suriah, para penduduk dengan berani mengambil risiko menghadapi roket dan mortar para teroris yang dirancang untuk menghambat mereka agar tidak bisa menyampaikan suara; sebanyak 151 granat ditembakkan di Suriah saja, menewaskan 5 orang dan mencederai 33 orang Suriah.

Untuk mengetahui lebih lanjut tentang dukungan yang luas terhadap presiden, silakan lihat tulisan Profesor Tim Anderson “Mengapa Orang Suriah Mendukung Bashar al Assad.

Reformasi

Sebelum kejadian pada bulan Maret 2011, penduduk Suriah memiliki keinginan yang sah untuk reformasi di bidang-bidang yang spesifik, banyak di antaranya telah diimplementasikan sejak awal kerusuhan. Kenyataannya, Presiden al-Assad memulai reformasi sebelum dan setelah 17 Maret 2011.

Stephen Gowans mencatat beberapa reformasi awal, termasuk:

  • Membatalkan Hukum Kedaruratan (Emergency Law);
  • Mengamandemen konstitusi dan mengadakan referendum (8,4 juta penduduk Suriah memilih; 7,5 juta di antaranya memilih setuju dengan konstitusi)
  • Menjadwalkan, kemudian melaksanakan parlemen multi-partai dan pemilihan presiden

Konstitusi, menurut Gowans, “memberi mandat kepada pemerintah untuk mempertahankan peran dalam memandu perekonomian demi kepentingan penduduk Suriah, dan pemerintah Suriah tidak akan membuat penduduk Suriah bekerja demi kepentingan bank-bank negara Barat, perusahaan minyak, dan korporasi lainnya.”

Hal tersebut mencakup:

  • “perlindungan terhadap penyakit, disabilitas dan lanjut usia; akses layanan kesehatan; pendidikan gratis pada berbagai tingkatan”
  • sebuah klausul yang “meminta setidaknya setengah anggota Dewan Perwakilan Rakyat (People’s Assembly) harus berasal dari jajaran kelas pekerja dan petani.”

Komentator politik Jay Tharappel mengartikulasikan lebih jauh:

Konstitusi yang baru memperkenalkan sistem politik multipartai di mana eligibilitas partai politik untuk berpartisipasi tidak lagi berdasarkan izin keleluasaan partai Baath, melainkan berdasarkan kriteria konstitusional…konstitusi yang baru melarang partai politik berdasarkan agama, sekte atau etnisitas, atau dasar lain yang secara inheren bersifat diskriminatif terhadap gender atau keturunan seseorang. (2012: Art.8)

Bukan suatu hal yang mengejutkan ketika pion-pion NATO yaitu orang buangan Suriah menolak reformasi dan konstitusi yang hendak memastikan Suriah yang berdaulat yang aman dari cengkeraman korporasi multinasional dan bank-bank negara Barat.

Dalam artikelnya, “Mendekriminalisasi Bashar – menuju gerakan anti-perang yang lebih efektif” (“Decriminalising Bashar – towards a more effective anti-war movement”) penulis Carlos Martinez memaparkan aspek positif Suriah, termasuk kebijakan anti-imperialis dan sosialis; sekularisme dan multikulturalisme; dan – dengan sangat menyentuh – memaparkan dukungan terus menerus bagi Palestina dan pendirian anti-Zionis.

Ini adalah poin-poin yang bertentangan dengan kebohongan yang dilontarkan selama hampir lima tahun belakangan, dan meruntuhkan justifikasi yang lemah untuk terus melancarkan perang Suriah.