Jurnalis TeleSUR Abby Martin baru-baru ini menjadi target pencemaran nama baik oleh organisasi-organisasi Israel setelah kehadirannya dalam podcast The Joe Rogan Experience.

Dalam program podcast tersebut, yang merupakan salah satu podcast yang terbesar dan terkenal di Amerika Serikat, pembawa acara Joe Rogan berdiskusi dengan Abby Martin perihal pengalamannya selama berada di Palestina untuk program acaranya yang bernama The Empire Files pada tahun 2016.

Rekaman video perbincangan Abby Martin dalam acara The Joe Rogan Experience, dimana dia menceritakan kembali pengalaman pribadinya yang melihat langsung beragam tindakan pelanggaran HAM di Palestina, kemudian menjadi viral di sosial media.

Di Facebook saja, wawancara tersebut ditonton lebih dari 1,5 juta orang dalam waktu singkat. Tentunya ‘image negatif’ yang disematkan kepada entitas zionis Israel lewat platform yang terkenal tersebut dengan cepatnya mencuri perhatian organisasi-organisasi humas Israel.

Kanal YouTube kecil bernama Israel Advocacy Movement pun merespon wawancara Abby Martin tersebut dengan merilis video berdurasi 19 menit. Dalam video tersebut, pengunggahnya berupaya keras mematahkan dan membantah segala pernyataan Abby Martin dalam podcast tersebut, dan bantahan-bantahannya tidak jauh dari tuduhan rasis ‘anti-semit’ terhadap Abby dan juga berulang kali mengacuhkan fakta yang sudah diketahui khalayak ramai dunia bahwa Palestina selama ini dijajah oleh militer Israel.

Yang lainnya berkata, “Saya pikir kita harus memberikan satu negara tersendiri kepada para Arab itu. Lalu ketika terjadi perang dengan mereka, kita tinggal menjatuhkan sebiji [bom nuklir] dan ‘pop!’, kelar!”

Walaupun awalnya tidak viral dan hanya ditonton oleh sebagian kecil dari basis pelanggannya yang cuma berjumlah 3500 akun YouTube, namun video sanggahan tersebut kemudian dipromosikan di ranah sosial media lainnya oleh organisasi StandWithUs yang cukup terkenal dan bergerak dalam bidang humas dan propaganda pro-Israel di sosial media.

Sambil memposting ulang video tersebut, StandWithUs juga menuding Abby Martin seorang ‘anti-semit’ dan seorang ‘pembohong yang mengeluarkan kebohongan demi kebohongan dalam upayanya untuk mencemarkan nama Israel. Cukup sudah.’ Selain itu, mereka juga menyerang Abby Martin secara online lewat sosial media lainnya.

Disamping Abby Martin, StandWithUs juga melancarkan kampanye online untuk menyudutkan Joe Rogan dan program podcast-nya yang terkenal, yang dalam upaya mereka termasuk juga membanjiri alamat email Joe Rogan dengan desakan agar dia menolak hasil wawancara tersebut dan juga mendesaknya agar mewawancarai tamu yang pro-Israel, sebagai semacam ‘penebusan dosa’. Tekanan-tekanan serupa terhadap selebritis maupun jurnalis yang kerap menyampaikan simpati dan dukungan kepada Palestina sudah sering terjadi di Amerika, dan terkadang cukup kejam dalam penekanan mereka.

Organisasi humas StandWithUs setiap tahunnya menerima budget sebanyak 9 juta dolar AS, yang sebagian besar dari dana tersebut datang langsung dari pemerintahan zionis Israel sendiri, beserta instruksi-instruksi akan arah propaganda mereka. Dalam kontrak pendanaan mereka dengan kantor Perdana Menteri Israel, StandWithUs didanai untuk menangani ‘kampanye perang interaktif di sosial media’ dan juga untuk menyebarkan pesan-pesan dari pemerintahan Israel.

Dalam responnya terhadap ‘kampanye perang sosial media’ yang kini menargetkan dirinya, Abby Martin merilis episode khusus untuk The Empire Files pada 1 Oktober baru-baru ini. Dalam wawancara eksklusif dengan TeleSUR English, Abby Martin menyampaikan, “Saya menerima banyak sekali tuduhan telah salah merepresentasikan image masyarakat Israel dan mendistorsi perlakuan Israel terhadap warga Palestina, oleh karena itu, biarlah warga negara Israel yang saya wawancarai yang menyampaikan sendiri opini-opini mereka [terkait warga Palestina].”

Episode yang mengejutkan ini meliputi pernyataan langsung dari beragam lapisan masyarakat yang diwawancarai di “Lapangan Toleransi’ di kota Yerusalem. Setiap wawancara menunjukkan betapa jelasnya tendensi rasisme, fasisme hingga pandangan-pandangan genocidal yang mengakar dalam masyarakat Israel. Silakan simak video berikut ini:

Ketika ditanyai bagaimana menangani populasi Palestina, seorang pria berkata, “Saya akan mengebom rata mereka. Itu satu-satunya cara. Saya pikir kita punya hak untuk membenci mereka.”

Yang lainnya berkata, “Saya pikir kita harus memberikan satu negara tersendiri kepada para Arab itu. Lalu ketika terjadi perang dengan mereka, kita tinggal menjatuhkan sebiji [bom nuklir] dan ‘pop!’, kelar!”

Seorang wanita muda dengan santainya berkata, “Kita harus membunuh para Arab itu”, dan kemudian dia dan temannya tertawa seusai berkata demikian. Ada lagi seorang pria lain berkata, “Kita [Israel] harus merebut semuanya. Kita harus mengusir mereka [Palestina] pergi dari sini. Tidak usah dibunuh,
cukup diusir ke negara-negara Arab sekitar kita.”

Menanggapi tuduhan-tuduhan bahwa rakyat Palestina juga berpandangan serupa terhadap Yahudi Israel, Abby Martin menepis, “Saya berada di Tepi Barat hampir sebulan, bertanya kepada banyak warga Palestina dengan pertanyaan-pertanyaan yang sama. Namun tidak pernah sekalipun saya mendengar ada warga Palestina yang menyatakan niatan mereka untuk membunuh warga Yahudi ataupun mengusir mereka semua. Berbeda dengan yang saya tampilkan dalam episode ini, dimana saya cuma berada di Yerusalem selama tiga jam. Sungguh mengejutkan.”

Pernyataan-pernyataan tersebut mencerminkan betapa lumrahnya pemikiran dan niatan untuk pembersihan etnis, pembunuhan massal rakyat Palestina oleh warga zionis Israel. Sesuatu yang berkontradiksi penuh dengan image yang direkayasa mereka sebagai negara yang liberal, demokratis dan mencintai perdamaian. Hal serupa juga tercermin dari serangkaian jajak pendapat yang menunjukkan lebih dari 70 persen responden menolak keras kemerdekaan Palestina dan/ataupun
diakhirinya penjajahan, sementara jajak pendapat lainnya menunjukkan lebih dari 50 persen responden sangat menginginkan terjadinya pembersihan etnis (genosida) terhadap 1,5 juta rakyat Palestina yang hidup di Israel sebagai warga negara mereka.

Dalam wawancara dengan TeleSUR English, Abby Martin juga meyatakan orang-orang yang diwawancarainya adalah orang-orang yang dipilih secara acak di kawasan perbelanjaan dan kuliner di Yerusalem, “Saya tidak memilih secara khusus, karena saya menginginkan opini-opini yang beragam, dari berbagai usia, dari berbagai latar, religius maupun sekuler, kaum kiri maupun konservatif, yang terlahir di Israel maupun imigran dari luar negeri. Semua wawancara yang saya lakukan telah saya tampilkan dalam episode ini.”

“Saya menanyakan hal-hal yang cukup kabur, misalnya “bagaimana rasanya hidup disini” atau “bagaimana menurut anda tentang situasi sekarang?” Dan banyak diantara responden wawancara dengan cepatnya meluapkan pandangan rasis yang ekstrim, beberapa bahkan menyerukan pembunuhan massal, seolah pandangan-pandangan tersebut terhitung normal dan diterima oleh masyarakat. Dan harap diingat, mereka menyatakan hal-hal kontroversial tersebut dengan kesadaran penuh bahwa mereka diliput langsung oleh media AS.”

Menanggapi tuduhan-tuduhan bahwa rakyat Palestina juga berpandangan serupa terhadap Yahudi Israel, Abby Martin menepis, “Saya berada di Tepi Barat hampir sebulan, bertanya kepada banyak warga Palestina dengan pertanyaan-pertanyaan yang sama. Namun tidak pernah sekalipun saya mendengar ada warga Palestina yang menyatakan niatan mereka untuk membunuh warga Yahudi ataupun mengusir mereka semua. Berbeda dengan yang saya tampilkan dalam episode ini, dimana saya cuma berada di Yerusalem selama tiga jam. Sungguh mengejutkan.”

Di masa sekarang ini, sebagian besar wilayah Palestina yang tersisa hidup di bawah penjajahan militer Israel yang brutal dan juga semakin menyusut seiring semakin cepatnya ekspansi pemukiman ilegal Israel. Pemerintahan Netanyahu mencanangkan beberapa kebijakan yang lebih independen dari pengaruh administrasi Trump, tetapi tetap saja entitas zionis ini menikmati pendanaan besar-besaran dari AS secara rutin, ‘image’ rekayasa yang dirangkai sedemikian rupa [oleh para pakar propaganda mereka], dan juga betapa bebasnya mereka melemparkan ancaman terhadap tokoh-tokoh masyarakat yang berani mempertanyakan moral Israel.

Entitas zionis Israel dan humas-humas propaganda mereka seperti StandWithUs boleh saja memegang kendali atas aparatus media besar untuk terus mempropagandakan diri sebagai ‘korban yang cinta damai’, tetapi video yang ditampilkan Abby Martin dalam acara The Empire Files jelas menawarkan gambaran yang sangat jelas dan susah dibantah dari balik tirai tipu muslihat.

https://www.telesurtv.net/english/news/Abby-Martin-Responds-to-Attacks-From-Pro-Israel-Organizations-20171006-0029.html