Pada artikel sebelumnya yang membahas proliferasi senjata di Syria, saya menyebutkan nama seorang jurnalis Bulgaria bernama Dilyana Gaytandzhieva yang menguak skandal masif ini, dan juga keterlibatan Silk Way Airlines dalam skandal ini.

Berikut ini adalah transkrip wawancaranya dengan FarsNews yang sudah diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia.


Wartawan Bulgaria Dilyana Gaytandzhieva, dalam sebuah wawancara eksklusif dengan FNA, mengatakan bahwa Azerbaijan Silk Way Airlines menerima izin diplomatik untuk mengangkut ratusan ton persenjataan ke lokasi yang berbeda di seluruh dunia yang akhirnya berakhir di tangan teroris dan kelompok pemberontak.

Menurutnya, kedutaan Azerbaijan meminta izin diplomatik untuk penerbangan Silk Way Airlines untuk mengangkut muatan militer.

“Permintaan izin diplomatik mencakup informasi tentang jenis dan jumlah barang berbahaya – senjata berat dan amunisi. Namun, pihak yang bertanggung jawab telah menutup mata dan mengizinkan penerbangan diplomatik untuk mengangkut ton senjata, “tambahnya.

Pada bulan Desember 2016, Dilyana mengunjungi Aleppo yang telah dibebaskan oleh pasukan SAA & Rusia, dimana dia menemukan senjata buatan Bulgaria di dalam gudang bawah tanah milik para teroris takfiri.

Dia merasa curiga dan melacak senjata-senjata itu ke pabrikan Bulgaria kemudian menyadari bahwa mereka diekspor secara legal ke Arab Saudi, yang kemudian memasoknya kepada para teroris di Syria.

Sebagai hasil penyelidikan lebih lanjut, dia menemukan bahwa ini hanyalah sebagian kecil dari skandal internasional yang lebih besar.

Berikut ini transkrip wawancara Dilyana dengan kantor berita Fars News Agency.

Fars News (FN): Anda menerbitkan sebuah laporan investigasi pada bulan Juli tentang pengiriman senjata ke berbagai zona konflik di seluruh dunia oleh Silk Way Airlines Azerbaijan dengan kedok penerbangan diplomatik. Bisakah Anda memberi tahu kami asal dan tujuan senjata ini dan siapakah yang bertanggung jawab atas pengiriman tersebut?

Dilyana Gaytandzhieva (DG): Menurut dokumen yang bocor kepada saya, Silk Way Airlines menawarkan penerbangan diplomatik kepada perusahaan swasta dan produsen senjata dari AS, Balkan, dan Israel, serta kepada militer Arab Saudi, UEA, dan US SOCOM, dan juga pasukan militer Jerman dan Denmark di Afghanistan, dan Swedia di Iraq.

Penerbangan diplomatik dibebaskan dari pengecekan kargo, tagihan udara, dan pajak, yang berarti bahwa pesawat Silk Way Airlines secara bebas mengangkut ratusan ton senjata ke berbagai lokasi yang berbeda di seluruh dunia tanpa peraturan. Mereka membuat pendaratan teknis dengan pemberhentian bervariasi dari beberapa jam sampai sehari di lokasi perantara tanpa alasan logis seperti perlu mengisi bahan bakar pesawat terbang.

Di antara pelanggan utama layanan “penerbangan diplomatik untuk senjata” yang disediakan oleh Silk Way Airlines adalah perusahaan-perusahaan Amerika, yang memasok senjata kepada tentara AS dan SOCOM. Unsur utama dalam kasus ini adalah bahwa mereka semua memasok senjata non-Amerika; oleh karena itu, senjata tersebut dipastikan bukan untuk digunakan oleh pasukan AS.

Menurut daftar kontrak federal yang kuperoleh, selama 3 tahun terakhir perusahaan-perusahaan Amerika memperoleh total kontrak senilai 1 miliar dolar AS di bawah program khusus pemerintah AS untuk pengadaan persenjataan non-Amerika.

Mereka semua menggunakan Silk Way Airlines untuk mengangkut senjata. Dalam beberapa kejadian, ketika Silk Way kekurangan pesawat karena jadwal yang padat, pesawat Angkatan Udara Azerbaijan yang turun tangan langsung untuk mengangkut muatan militer, walaupun muatan tersebut bukan ditujukan dan tidak pernah sampai ke Azerbaijan.

Dilyana, beserta barang bukti investigasinya berupa kotak-kotak senjata produksi VMZ Bulgaria, di bunker bawah tanah teroris di Aleppo.

FN: Seperti yang Anda sebutkan sebelumnya bahwa penerbangan diplomatik dibebaskan dari kewajiban cek kargo, tagihan udara, dan pajak. Bagaimana penerbangan ini berhasil menerima izin diplomatik dengan muatan militer?

DG: Menurut dokumen (yang bocor) tersebut, Kementerian Luar Negeri Azerbaijan telah mengirim instruksi kepada kedutaan besarnya di Bulgaria dan banyak negara Eropa lainnya untuk meminta izin diplomatik untuk penerbangan Silk Way Airlines.

Kedutaan-kedutaan tersebut kemudian mengirim surat-surat diplomatik kepada kementerian luar negeri dari negara-negara bersangkutan untuk meminta izin tersebut.

Kementerian luar negeri mengirim kembali sebuah catatan yang ditandatangani oleh otoritas penerbangan sipil setempat yang memberikan lampu hijau untuk mengangkut barang-barang berbahaya.

Permintaan izin diplomatik mencakup informasi tentang jenis dan jumlah barang berbahaya – senjata berat dan amunisi. Namun, otoritas yang bertanggung jawab di banyak negara (Bulgaria, Serbia, Romania, Republik Ceko, Hungaria, Slovakia, Polandia, Turki, Jerman, Inggris, Yunani, dll.) memilih menutup mata dan langsung mengizinkan penerbangan diplomatik untuk pengangkutan berton-ton senjata, yang dilakukan oleh pesawat sipil untuk kebutuhan militer.

Berdasarkan peraturan IATA, pengangkutan muatan militer oleh pesawat udara sipil tidak diperbolehkan. Lantas untuk menyiasati peraturan ini, Silk Way Airlines mengajukan pengecualian diplomatis melalui agen lokal.

FN: Anda sendiri mengunjungi Aleppo tahun lalu dan mengumpulkan informasi primer secara langsung selain informasi yang Anda dapatkan melalui dokumen yang diterima dari sumber-sumber Anda. Tolong bagikan sedikit tentang apa yang Anda amati selama berada di Aleppo dan apa faktor yang membuat Anda menyelidiki lebih lanjut?

DG: Semua senjata ini berakhir di tangan para teroris di Syria dan Yaman. Saya memfilmkan 9 gudang bawah tanah yang penuh dengan roket 122 mm buatan Bulgaria, setelah Jabhat al Nusra dikalahkan dan mundur dari posisi mereka di Aleppo Timur.

Ketika kembali ke negara saya, saya menelusuri kembali kiriman ini dan ternyata itu hanyalah sebagian kecil dari skema internasional yang jauh lebih besar. Semua senjata ini diangkut oleh kontraktor Amerika di bawah program rahasia CIA untuk mempersenjatai para teroris di Syria.

Mereka bukanlah “oposisi moderat” seperti yang diklaim pemerintah AS selama ini. Mereka adalah teroris Al Qaeda. Selain rekaman saya dari Aleppo, persenjataan Eropa Timur seringkali terlihat di tangan para teroris ISIS di Syria, Iraq dan Yaman dalam video propaganda dan foto-foto mereka.

Ini adalah bagaimana senjata-senjata tersebut diangkut – lewat penerbangan diplomatik – dan saya melihat secara langsung bahwa semua persenjataan ini dimiliki Jabhat al Nusra di Syria.

FN: Anda diinterogasi oleh petugas keamanan dan diberhentikan dari pekerjaan anda setelah laporan Anda dipublikasikan. Mengapa anda diinterogasi dan apakah anda diberikan penjelasan oleh atasan anda tentang pemecatan anda?

DG: Badan Keamanan Nasional Bulgaria meluncurkan sebuah penyelidikan atas dokumen-dokumen yang bocor namun tidak meninjau isi dokumen dan hasil penyelidikan saya.

Mereka ingin mengetahui dari mana saya mendapatkan informasi tersebut. Beberapa jam kemudian kontrak saya dengan surat kabar tempat saya bekerja ditangguhkan tanpa penjelasan sama sekali. Sampai sekarang saya tidak mendapat jawaban.

Pada waktu itu, sebenarnya saya hendak pergi ke Syria untuk melanjutkan penyelidikan saya di lapangan dan tiba-tiba, kontrak saya dihentikan tanpa alasan. Mungkin mereka tidak ingin saya melanjutkan penyelidikan saya dan untuk membuka lebih banyak tabir skandal ini.

http://en.farsnews.com/newstext.aspx?nn=13960625001606