Terakhir adalah riwayat dari Abu Ja’far al-Baqir, bahwasannya ada seseorang dari Yamamah bernama Juwaibir. Dia pergi ke Madinah tak lama setelah dia mendengar berita tentang kemunculan Islam. Disanalah dia menyatakan diri memeluk agama Islam. Pada suatu hari Rasulullah berkata kepadanya, “Juwaibir, alangkah baiknya jika engkau beristeri dan membentuk sebuah keluarga serta mengakhiri kehidupan membujang.”

Lalu Juwaibir menjawab, “Wahai Rasulullah, aku tidak mempunyai harta dan rupa yang tampan. Siapakah orang yang bersedia untuk memberi wanita untuk aku nikahi? Dan siapa pula yang mau menjadi isteri seorang miskin, pendek dan hitam sepertiku?”

Rasulullah SAW. bersabda, “Wahai Juwaibir, Allah SWT mengubah nilai kehormatan seseorang lewat agama Islam. Banyak orang yang pada masa jahiliyah dihormati, tetapi dari sisi Islam ia tidak memiliki nilai dan kedudukan. Banyak pula yang kelihatan tidak berarti dan tak punya kedudukan, tetapi Islam menaikkan kedudukan dan martabatnya.

Melalui Islam, Allah SWT menghapuskan nilai-nilai jahiliyah dan kebanggaan karena keluarga dan keturunan. Kini semua manusia sama, baik yang berkulit putih maupun yang berkulit hitam, arab atau ajam. Mereka semua satu derajat. Tidak ada satu pun yang lebih tinggi dari yang lain kecuali karena ketaqwaan dan amal perbuatan mereka. Bagiku, orang yang lebih mulia darimu hanyalah orang yang memiliki taqwa dan amal yang lebih baik darimu. Kini lakukanlah apa yang aku perintahkan.”

Kemudian Rasulullah SAW. bersabda: “Wahai Juwaibir, pergilah ke rumah Ziad bin Labid, dia adalah orang terhormat dari Bani Bayadhah. Katakana kepadanya, ‘Aku adalah utusan Rasulullah SAW. kepadamu.’ Dan dia (Rasulullah SAW) bersabda kepadamu, ‘Nikahkanlah anakmu Dzalfa’ kepada Juwaibir.’

Singkat cerita, Ziad bin Labid menikahkan anaknya dengan Juwaibir. Rasulullah berkata kepada Ziad, “Wahai Ziad, Juwaibir ini seorang mukmin; sedangkan mukmin adalah sekufu bagi seorang mukminah, seorang muslim sekufu bagi muslimah, maka kawinkanlah dia wahai Ziad, dan janganlah engkau membencinya.”

Demikian pembahasan mengenai dzurriyyah Rasululah SAW. Intinya, mereka adalah keturunan Rasulullah SAW. yang seharusnya kita perlakukan dengan lembut dan kasih-sayang. Tetapi, kelembutan dan kasih-sayang ini tidak menyebabkan kedudukan mereka berada di atas hukum Islam maupun hukum negara. Seorang waliyullah pastilah memiliki tanda-tanda.

Salah-satu tanda-tanda yang menonjol yang dapat dilihat dari waliyullah adalah perilakunya mencerminkan perilaku Allah dalam sifat-sifat yang boleh dimiliki oleh selain Allah. Kekasih Allah termulia adalah Sayyiduna Muhammad bin Abullah SAW. Waliyullah tertinggi adalah Ali bin Abi Thalib. Setidaknya, perilaku dan tutur kata seorang wali terlihat dari perilaku agung Nabi Muhammad SAW.

Jika Anda mendapati orang seperti akhlaknya Nabi SAW., walaupun dia bukan siapa-siapa bagimu atau bagi kebanyakan orang, namun sesungguhnya orang seperti itu adalah waliyullah, minimal dalam term “orang yang berakhlak mulia” saja: harus diingat bahwa hadis-hadis Rasulullah SAW. mengenai akhlak mulia ini sering sekali menyamakannya dengan orang-orang yang rajin berpuasa dan bermujahadah di malam hari secara istiqamah; levelnya berada di tempat tertinggi dalam Islam.

Sebaliknya, jika Anda menemukan orang-orang–walaupun–bersurban dan mengatasnamakan Allah dalam segala tindak-tanduknya, namun perilaku dan ucapannya jauh berbeda dengan ajaran Rasulullah SAW., maka ketahuilah dia bukanlah siapa-siapa yang perlu dihiraukan. Seorang ulama tak akan takut penjara karena memperjuangkan Islam, seperti Habib Husein bin Abu Bakar Alaydrus Luar Batang, beliau tidak mau dikeluarkan dari penjara berdasarkan ketakutan Belanda saat itu.

Habib Luar Batang ini, dengan karamahnya, menghilang dari penjara di malam hari. Demikian juga dengan Habib Abdullah bin Muhsin Alattas, beliau tidak takut penjara; di dalam penjara–malahan–beliau menampakkan karamahnya yang agung. Begitulah para habaib yang sesungguhnya; habaib yang patut dicintai karena di dalam diri mereka mengalir rasa cinta yang luar biasa kepada ummat manusia.