Sebelum revolusi Iran pada 1979, Iran dan Israel adalah sekutu dekat. Israel menggantungkan minyak dari Iran, sementara Iran membeli senjata dari Israel.
Pasca revolusi, hubungan diplomatik Israel – Iran resmi putus, namun jalur perdagangan senjata ke Iran masih berjalan karena rantai suplai masa Shah yang masih bertahan.
Uniknya, saat Saddam memutuskan untuk menyerang, Tehran malah resmi memutus rantai ini – meski secara logika, Iran sedang membutuhkan banyak-banyaknya pasokan senjata.
Oposisi di masa Shah (ulama dan aktivis) punya hubungan baik dengan PLO. Ini juga sebabnya, PLO adalah organisasi pembebasan Palestina pertama yang mendukung revolusi di Iran.
PLO juga menjadi entitas pertama yang mengunjungi Iran pasca-revolusi, dimana PM Iran kala itu, Mehdi Bazargan, menyerahkan kunci kantor bekas kedutaan Israel kepada rombongan Yasser Arafat, beserta 58 stafnya.
Namun hubungan PLO – Iran langsung meredup, karena perbedaan pandangan geostrategis antara Arafat dan Imam Khomeini, yang berujung pada dukungan PLO pada Saddam dalam invasi Iraq ke Iran.
Pada 1988, Arafat mengungkapkan bahwa PLO menerima hak Israel untuk eksis, perbaikan hubungan dengan AS dan mengikuti perundingan damai yang diinisiasi Washington.
Tak lama kemudian, Rahbar Iran yang baru, Sayyid Ali Khamenei, menjuluki Arafat sebagai ‘pengkhianat dan idiot’.
Namun kunjungan Ariel Sharon ke Haram al-Sharif pada September 2000, dianggap sebagai pelecehan besar bagi warga Palestina, yang memicu intifada – dan juga kembalinya dukungan Iran pada PLO.
Karine A, sebuah kapal kargo bertujuan Gaza, sempat tertangkap oleh Israel. Isinya, 50 ton senjata, dari Katyusha hingga misil anti-tank. Kapal ini, hanya satu dari sekian kapal yang lolos ke Gaza.
Namun setelah intifada pada 2000, hingga masa Mahmoud Abbas, pengganti Arafat, hubungan PLO (kini disebut Fatah) juga tak kunjung membaik, karena alur politik kompromistis yang diusungnya. Permintaan Abbas untuk mengunjungi Iran berulangkali ditolak Tehran.
Selain PLO, Islamic Jihad (IJ) juga merupakan organisasi perlawanan di Palestina yang mendukung revolusi Islam di Iran. Islamic Jihad lahir dari sempalan Ikhwanul Muslimin di Mesir, dan berbeda dengan PLO, IJ malah mendukung penuh Iran dalam perang Iraq-Iran.
Pada 1988, IJ terpaksa pindah dari Gaza, untuk kemudian menetap di Lebanon, dan akhirnya, Syria, hingga kini. Iran memberi sarana pelatihan, persenjataan dan pendanaan kepada IJ, bersama dengan Hezbollah.
Hubungan IJ – Iran sempat memburuk, pasca keengganan IJ untuk berpihak pada Houthi dalam invasi Saudi ke Yaman. Tehran kemudian mengalihkan dukungannya pada al-Shabirin, yang didirikan oleh mantan pimpinan IJ.
Namun pada 2015 lalu, Ali Akbar Velayati, menegaskan bahwa dukungan Iran pada IJ, tak pernah terhenti.
Hamas, organisasi perlawanan yang didirikan oleh Sheikh Yassin, merupakan cabang dari Ikhwanul Muslimin lokal di Palestina. Hubungan Hamas – Iran lama berkembang karena paham sektarian yang diusung Hamas, dan juga dukungan Iran pada IJ.
Namun usulan perundingan damai Arafat, merubah hubungan Hamas dan Iran. Selain bantuan tahunan senilai 30 juta dolar, Iran juga memberi anggota Hamas pelatihan militer di Iran dan Lebanon.
Hubungan baik ini terus terjaga hingga saat Hamas memenangi pemilu di Gaza pada 2005. Hamas saat itu hampir bangkrut dan bantuan dari luar negeri mengering, dan lagi, Tehran menyelamatkan masalah finansial tersebut agar pemerintahan bisa berjalan.
Meski bisa mengatasi perbedaan, namun konflik di Syria menjadi titik mundur hubungan Hamas – Iran. Dukungan Hamas pada ‘pemberontak’ di Syria otomatis menghentikan semua bantuan Iran.
Tak butuh waktu lama bagi Hamas untuk mencari dukungan dari Qatar (yang sepihak dengan Hamas dalam konflik Syria), bahkan memindahkan markasnya dari Syria, ke Doha.
Dukungan Hamas kepada Saudi dalam invasinya ke Yaman, juga tak mengherankan, namun membuat hubungan Hamas – Iran, semakin rusak.
Berbaliknya arus konflik di Syria, membuat beberapa pejabat Hamas mulai lagi melakukan pendekatan dengan Tehran, meski kecenderungan Iran untuk menolak masih sangat tinggi.
Meski demikian, Tehran menyatakan masih akan terus memberikan dukungan penuh pada ‘muqawama dan para pejuangnya’. Hezbollah, Islamic Jihad dan brigade Izz ad-Din al-Qassam – sayap militer Hamas yang kini mandiri – merupakan tiga diantaranya saat ini.