Seorang wartawan Sputnik bercerita tentang sang Jenderal Issam Zahreddine, yang beberapa waktu lalu syahid di Deir ez Zour akibat ranjau darat. Jenderal Issam mempertahankan Deir ez Zour selama lebih dari tiga tahun dari kepungan Daesh, dan sangat dihormati dan dianggap sebagai pahlawan sejati oleh para prajurit di lapangan.
Saya bertemu dengan sang Jendral pada hari berakhirnya pengepungan Daesh atas Deir ez Zour. Sosoknya yang tinggi serta mudah dikenali lewat jenggot khasnya, berseragam lengkap, sedang menunggu kedatangan para pasukan elit Tiger Forces di sisi barat daya kota, dimana blokade Daesh untuk pertama kalinya berhasil diakhiri.
Pertemuan Pertama
Untuk menemui sang jenderal, tidaklah susah. Saya melapor kepada pos penjagaan di depan mabes Garda Republik, memperkenalkan diri sebagai jurnalis Rusia dan menyampaikan niat hendak mewawancarai sang Jenderal. Surat-surat saya diperiksa, dan ketika sudah diverifikasi, lima menit kemudian saya diajak menemui sang Jenderal. Ruang kerjanya penuh dengan staf militer dan jurnalis. Terdapat teh, kopi dan aneka cemilan di meja beliau. Beliau tinggal di lantai dua gedung markas Garda Republik.
Sang Jenderal Zahreddine memulai dengan, “semua yang berada di ruangan ini adalah teman-teman sejati, terutama mereka yang berani datang kesini memakai helikopter ketika kami masih terkepung. Bagi yang berdatangan setelah dibebaskannya kota dari pengepungan, saya juga senang dengan kehadiran kalian.”
Pasukan Garda Republik yang dipimpinnya yang selain mempertahankan distrik-distrik pusat Deir ez Zour semasa pengepungan oleh Daesh, juga kelak menjadi ujung tombak majunya pasukan SAA melewati kawasan pemakaman di tenggara kota, dalam upaya mereka untuk membebaskan pangkalan udara Deir ez Zour di sisi tenggara kota yang bulan lalu juga masih terkepung Daesh.
“Kami telah bertempur selama tiga setengah tahun lamanya. Orang-orangku senantiasa siap untuk bertempur, karena kami semua mengetahui bahwa kemenangan sudah dekat,” sang Jenderal berucap, kemudian tersenyum dan menikmati kopinya perlahan.
Malam itu, kami membahas banyak hal, tentang kendala-kendala yang dihadapi, kurangnya pasukan di dalam kota, dan betapa nyaris mustahilnya bagi mereka untuk dapat beristirahat dengan cukup. Jendral Issam juga membahas mengenai situasi pertempuran kota, memaparkan peta sambil menunjukkan dimana-mana saja letak terowongan milik Daesh serta dimana-mana saja titik yang coba direbut oleh SAA sebelumnya.
Beliau juga membahas tentang kurangnya stok pangan yang kerap terjadi didalam kota, terkadang tidak ada daging sama sekali dan semua cuma mengkonsumsi kacang-kacangan sebagai makanan utama. Beliau juga bercanda dengan bilang dia akan menceraikan istrinya apabila nanti dia masih memasak kacang-kacangan untuknya kalau sudah ketemu nantinya [pasca pembebasan kota]. Kami semua pun terus mengobrol hingga larut malam.
Undangan
“Kamu dapat ikut kami ke lini depan pertempuran kalau mau,” beliau menawarkan, sambil menepuk bahuku ketika kami menyudahi obrolan. Saya pun menerima tawarannya.
Pergerakan dimulai dari Jafra. Menurut rencana, para pasukan Garda Republik harus maju merebut titik-titik baru dengan tujuan utama memutus jalur suplai utama Daesh di sisi barat sungai Furat. Unit-unit dari Divisi-17 juga akan mendukung Garda Republik dari kedua sisi. Pos komando terletak setengah kilometer dari titik terdekat yang dikuasai Daesh. Dan jarak setengah kilometer tersebut, terbentang ladang ranjau, serta parit-parit dan juga jaringan terowongan.
Sang jenderal beserta para perwira senior memberikan arahan kepada pesawat, unit artileri serta infantri lewat atap sebuah gedung. Ada juga kejadian terputusnya komunikasi antara sang jenderal dengan pasukan garis depan. Jenderal Issam pun kesal, membawa senapannya dan maju bersama dua tentaranya untuk memimpin langsung di lini depan. Beliau kembali ke atap gedung tempat kami berada satu jam kemudian.
“Kita butuh taktik disini, saya tidak mau mengirimkan orang-orangku dalam misi bunuh diri. Kita akan menekan para teroris dengan gempuran artileri, kemudian membereskan mereka. Saya harus bersama mereka di garis depan, untuk memberi contoh,” beliau menjelaskan, sambil menunjuk ke peta. Tidak lama kemudian, para teroris mengetahui dimana posisi sang jenderal bersama para perwira senior disini, dan hujan mortar pun dilancarkan mereka terhadap gedung kami berada. Ledakan terjadi di sekitar gedung, kami pun turun ke lantai dasar, sampai serangan mortar berhenti.
“Kamu lihat instalasi penampungan air dibelakang sana? Tempat itu berarti bagiku. Saya pernah terluka parah disana pada tahun 2014,” kata sang jendral, tersenyum dan merapikan kumisnya. Beliau selalu murah senyum, bahkan ketika sedang membahas topik-topik serius. Ketika jelas bahwa operasi ini berjalan terlalu lama, beliau pun memerintahkan beberapa tentaranya mengawalku pulang ke kota Deir ez Zour. Setibanya di kota, mereka membawakan makanan dan amunisi untuk sang Jendral dan langsung bergegas ke garis depan lagi.
Pertemuan Terakhir
Pertemuan kami yang berikutnya terjadi pada hari Minggu, 15 Oktober, ketika Jendral Issam kembali dari liburan sepanjang 10 hari yang akhirnya beliau dapat setelah pengepungan Daesh atas Deir ez Zour berakhir. Beliau meluangkan waktu tersebut untuk bertemu keluarganya di provinsi Sweida, sebelum beliau kembali bertugas di Deir ez Zour dalam pertempuran mengusir sisa-sisa teroris takfiri dari beberapa titik di sekitar kota.
Ketika beliau mengetahui bahwa saya hendak kembali ke Damascus, dia menyuruh perwiranya untuk mengundangku dalam jamuan teh sederhana malam itu. Selain saya, sang Jendral dan beberapa pasukannya, ada dua orang yang berbusana tradisional, berkulit gelap dan dengan mata yang terlihat lelah.
“Mereka adalah kenalan lamaku yang telah banyak membantuku selama ini. Mereka adalah petani-petani yang tinggal di sekitar Mayadeen [kota di provinsi Deir ez Zour yang menjadi ibukota kedua Daesh], dibawah kekuasaan Daesh. Mereka berhasil kabur, dan 20 hari kemudian mereka menemuiku dan menceritakan segala hal yang mereka ketahui tentang para teroris yang menjajah mereka,” ucap sang Jendral, sembari mengenalkanku kepada mereka. Beliau lalu menjelaskan bahwa mereka banyak membantu dirinya lewat informasi-informasi vital tentang para teroris takfiri itu. Mereka juga tidak mendukung Daesh sedari awal, namun terpaksa harus hidup dibawah kekuasaan Daesh, karena khawatir apa yang akan dilakukan Daesh terhadap keluarga mereka.
Setelah makan malam, Jendral Zahreddine pun memaparkan peta sambil meminta tambahan teh lagi.
“Sekarang, kita dapat berdiskusi tentang ini,” beliau berkata kepada kedua tamunya. Salah satunya pun kemudian mulai berbicara, sambil menunjuk beberapa titik di peta tersebut.
“Mereka punya beberapa ranpur, beserta tiga tank di sini, dan di sini, dekat Mayadeen. Disini, mereka menanamkan bom dalam mobil dan traktor milik warga. Kerabat kami mengatakan semuanya adalah orang asing, kebanyakan berasal dari negara-negara Arab Teluk, tetapi ada juga beberapa teroris yang berasal dari Asia Tengah dan ada orang Prancis juga,” katanya.
Sepanjang diskusi, Jendral Issam kadang menunjukkan foto teman-temannya yang kiranya juga dikenali kedua tamunya, lalu mereka juga membahas perbandingan harga makanan di Mayadeen dengan di Deir ez Zour semasa blokade. Sambil sesekali bergurau, mereka juga banyak bercerita tentang kehidupan mereka dibawah jajahan Daesh. Kedua petani tersebut juga menanyakan benarkah terdapat air bersih disini, karena sebelum terbebasnya kota dari kepungan, air bersih sangatlah susah diperoleh di Deir ez Zour. Jendral mengiyakan, dan kedua tamu tersebut menghabiskan banyak gelas air bersih sepanjang pertemuan.
Tamu yang kedua pun bercerita lebih lanjut tentang kehidupan dibawah jajahan Daesh. Peraturan mereka sangatlah ketat. Untuk kesalahan kecil, misalnya kesalahan tata pakaian, seorang ‘pelanggar’ harus membayar denda berat dan juga dicambuk sebanyak 40 kali.
“Kami punya kejadian lucu tahun lalu. Ada seseorang dari desa yang kesulitan mencari istrinya. Karena semua wanita memakai niqab hitam, tangan dan wajah mereka tidak boleh dilihat. Orang tersebut terus menanyai kami apakah kami melihat istrinya. Ketika kami bertanya kepadanya bagaimana bisa mengenalinya [kalau semua berpakaian sama], orang itu berkata bahwa istrinya mengenakan sepatu hijau muda,” candanya.
Malam itu dihabiskan dengan beragam tanya jawab, serta cerita-cerita lucu. Ketika kami berpamitan dengan sang Jendral, kami juga bertukar suvenir dan berjanji untuk bertemu di Damascus ketika Deir ez Zour sudah terbebas sepenuhnya. Sang Jendral tertawa terbahak-bahak dengan suvenir yang kuberikan, sebuah insignia [tanda pengenal] yang bertuliskan “Russian Tactical Beard” dan bergambar orang berjenggot tebal memakai topi ushanka dengan bintang merah. Jendral Issam, yang memang juga terkenal akan jenggotnya, mengatakan, memang ada kemiripan. Sebagai gantinya, sang Jendral memberiku insignia yang bertuliskan “Republican Guard” dalam abjad Arab untuk mengenang mereka. Tiga hari kemudian, beliau syahid.
Selamat beristirahat, wahai pahlawan.
https://sputniknews.com/middleeast/201710201058387889-general-zahreddine-syrian-defender-story/