Berita pertama tentang serangan ini terbit dari Reuter, dengan tuduhan serius: ‘Serangan kimia pemerintah Syria’, dan mengutip, seperti biasa, sumber dari pemberontak.

Tiba-tiba dunia bangkit mengecam Damaskus, menyusul gambar-gambar korban serangan ini, yang merupakan perbuatan keji yang dilakukan kepada penduduk sipil termasuk anak-anak.

Khan Shaykoun, kota di utara pedesaan Idlib, merupakan basis utama al-Qaeda beserta faksi ‘jihadis’ lainnya. Pertanyaannya, mengapa Assad menyerang bagian timur Khan Shaykoun dengan senjata kimia?

Koresponden di Beirut, Amsterdam, Ankara, Istanbul, Brussels, Jenewa, Washington mengutip artikel Reuters tersebut. Kebanyakan dari mereka belum pernah ke Syria dalam beberapa tahun terakhir, dan sumber utama mereka adalah ‘pemberontak’ yang berdiam di wilayah kekuasaan al-Qaeda, dan akun-akun sosial media.

Lalu, apakah jurnalisme berkaitan dengan pencarian kebenaran, ataukah lebih penting untuk mengikuti ‘kebijakan’ media tertentu?

Faktanya, media dan analis AS menyimpan amarah – tak hanya pada Assad – namun juga pada presiden terpilih mereka yang baru, Donald Trump; memelototi semua manuver politik yang dilakukannya sejak menjabat agar bisa dikritik. Assad, hanyalah pion kecil dalam permainan media politik AS ini.

Pertanyaannya, mungkinkah Assad mati-matian menghindari invasi AS dan setuju untuk menghancurkan senjata kimia yang dimiliki Syria, hanya untuk kembali melancarkan senjata kimia beberapa tahun kemudian?

Kita harus melihat siapa yang diuntungkan dengan penggunaan gas Sarin pada penduduk sipil dalam momen saat ini di Syria.

Beberapa minggu lalu, pimpinan al-Qaeda (yang kini beroperasi dengan nama Hay’at Tahrir al-Sham), Abu Mohammad al-Joulani, memimpin serangan pasukannya bersama faksi jihadis dan tentara dukungan AS di Jobar dan Hama.

Mereka berhasil menduduki wilayah yang cukup luas, hal yang juga mengejutkan tentara Syria. Pertempuran memanas beberapa minggu kemudian, dan Damaskus berhasil merebut kembali semua wilayah yang hilang di Jobar, namun juga merangsek maju ke al-Gabone, wilayah yang belum pernah bisa dijangkau selama lebih dari 4 tahun.

Di Hama, tentara Syria berhasil menahan gempuran al-Qaeda, dan merebut kembali 90% wilayah yang hilang. Di Aleppo, Joulani juga mengerahkan serangan untuk memecah kepungan di kota itu, sebelum kalah, dan meninggalkan ratusan ‘jihadis’ tewas di medan perang.

Di pedesaan tenggara Aleppo, tentara Syria maju merebut wilayah yang diduduki Daesh, dan berhasil mencapai ‘batas Eufrat’ dimana ‘garis’ baru dibuat oleh tentara AS menandai batas ‘Kurdistan’. Pemecahan ini disebut AS sebagai dukungan untuk ‘hak mandiri bagi warga di bagian utara Syria’.

Tentara AS saat ini menggunakan dua pangkalan udara utama di situ: satu di Kobane (Ayn al-Arab) dan satu di Tabqa, yang kini landasan pacunya sedang diperbaiki oleh ahli dari AS. Ini adalah ‘safe zone’ yang dimaksud Trump menyangkut niatnya tentang Syria, sebuah istilah yang mengaburkan pendudukan baru AS di Timur Tengah.

Pada saat yang sama, pasukan Syria dan Rusia berhasil menghentikan laju Turki dan mencegah Ankara dan proksinya untuk menyerang Kurdi di Manbij dan Afrin, hal yang menyebabkan kemarahan Erdogan. Damaskus bisa hidup berdampingan dengan Kurdi – yang sejatinya merupakan warga Syria – namun tak bisa mengambil resiko jika Turki berhasil menduduki wilayah itu.

Di sisi politik, Assad sedang berada di atas angin, meraih dukungan yang tak pernah ia dapat dalam 6 tahun perang di Syria: AS, Perancis dan Inggris, semuanya mengumumkan (sebelum serangan Khan Shaykoun) bahwa target mereka tidak lagi memaksa Assad untuk lengser. Pengumuman ini memicu kemarahan besar dari pihak oposisi di Syria, Turki dan media yang menganggap ini adalah kesempatan untuk menyerang Trump.

Lalu, ada negosiasi berjalan antara Qatar (mewakili al-Qaeda) dan Iran (mewakili Syria) tentang Foua dan Kefraya yang saat ini dikepung al-Qaeda dan faksi ‘jihadis’ lainnya.

Negosiasi ini berisi tentang inisiasi pertukaran demografi antara ribuan penduduk sipil Foua-Kefraya dan ‘jihadis’ yang saat ini terkepung di Zabadani-Madaya. Pertukaran ini dijadwalkan akan dimulai hari Rabu-Kamis ini namun kini ditunda karena insiden ‘serangan Sarin’.

Pertukaran Foua-Kefraya dan Zabadani-Madaya mungkin tak sederhana. Saat Aleppo berhasil direbut kembali oleh Syria, evakuasi jihadis ke Idlib bertautan dengan evakuasi penduduk sipil dari Foua. Namun milisi Ahrar al-Sham membakar bus-bus yang ditujukan untuk mengangkut penduduk dari Foua. Ada perbedaan pendapat fundamental antara Ahrar dan al-Qaeda namun akhirnya evakuasi berhasil dilangsungkan.

Pada prinsipnya, situasi hampir di seluruh penjuru Syria sedang memihak pada Assad dan Syria, dan pencapaian ini menguap begitu saja jika ia memang menggunakan senjata kimia di Khan Shaykoun. Kini, ia kembali menjadi seorang ‘outlaw’, penjahat, dengan tuduhan tanpa bukti.

Sekali lagi, dengan semua paparan di atas, mungkinkah Assad (sengaja) bunuh diri?

Elijah J. Magnier
https://elijahjm.wordpress.com/2017/04/06/did-assad-use-chemical-weapons-on-khan-shaikhoun-to-score-an-own-goal-in-the-international-arena/