Yang paling pertama, membiarkan pemerintahan Assad berkuasa, namun atas teritori yang jauh lebih kecil dibandingkan keseluruhan wilayah kedaulatan Syria, yang penting bisa memangkas peran strategis Syria lewat dua negara kecil berikutnya.

Yang kedua, yang dalam media-media Barat dalam beberapa tahun ini kerap disebut “Salafist Principality”, yaitu negara berbasis keyakinan, dalam hal ini keyakinan yang dimaksud tidak lain adalah interpretasi Islam versi Salafi Wahhabi yang sangat tekstual dan intoleran, dan kemungkinan negara itu akan terbentang sepanjang perbatasan utara Syria-Turki, dari Idlib sampai Raqqa, misalnya.

Sementara negara ketiga yang dicanangkan –dan yang paling penting- adalah Kurdistan, yang selama ini diiming-imingi Barat kepada para milisi Kurdi di Syria, Iraq dan Turki.

Apabila pembelahan dan pelemahan Syria terjadi, maka tentu saja Israel yang paling lega dan beruntung. Namun proses partisi itupun mengalami penentangan keras dari pemerintahan sah Syria, beserta Rusia dan Iran.

Ditambah lagi dengan fakta bahwa para anasir takfiri besutan Barat semakin hari semakin kehilangan orientasi dalam pencapaian tujuan partisi tersebut, dimana para anasir takfiri tersebut lebih sibuk saling mencurigai dan saling membunuh satu sama lain di provinsi Idlib demi rebutan sponsor.

Tidak lupa juga dengan semakin melemahnya Daesh yang kehilangan banyak teritori mereka baik di Syria maupun Iraq, bahkan proses perebutan Raqqa pun masih berjalan sampai detik ini oleh berbagai elemen dengan berbagai kepentingan.

Kesemua faktor tersebut otomatis membuat para takfiri tersebut mulai kehilangan traction mereka dimata sponsor mereka maupun daya jual brutalitas mereka di media-media dunia.

Berkali-kali Barat mempropagandakan kebiadaban para anasir takfiri binaan mereka kepada dunia, dengan harapan dunia mendukung invasi resmi Barat kepada Syria, selalu menemui kegagalan.

Bahkan  pada akhir bulan Juli 2017 kemarin, Al Jazeera bahkan memberitakan bahwa Trump telah menginstruksikan kepada CIA dan Pentagon agar menghentikan -atau setidaknya mengurangi- bantuan mereka kepada para pemberontak “moderat” yang konon gemar memancung para tawanan mereka secara biadab nan ‘moderat’.

Kita boleh berlega atas berita itu, dan mendapat kesan seolah Amerika mulai goyah dalam upaya mereka memecah belah Syria. Tetapi yang pantang kita lupakan adalah, pada saat yang sama dimana para takfiri Wahhabi mulai menderita kekalahan demi kekalahan dimanapun mereka berada, pada saat itu jugalah, Amerika, EU & Israel mulai mengalirkan dana dan dukungan mereka kepada Kurdi Syria dan Iraq.