Menjelang perundingan damai Syria di Jenewa, pertempuran antara tentara Syria (SAA) dan sekutunya melawan teroris di Aleppo mempunyai dimensi strategis yang akan menentukan arah politik dan militer dalam krisis Syria.
Perebutan Aleppo menjadi sangat penting, karena peran geografis dan ekonomis yang dimilikinya. Pertempuran yang terjadi saat ini bukanlah hanya sebuah hal biasa dalam konflik yang berkepanjangan di negeri itu.
Aleppo merupakan kota terbesar di Syria sebelum perang, dan terbelah menjadi dua antara area teroris dan SAA sejak dimulainya konflik.
Minggu lalu, kelompok teroris berhasil melakukan serangan balasan, dengan menembus blokade yang dibentuk SAA, dengan merebut kompleks militer di Ramouseh dan area sekitarnya.
Amerika tidak melakukan apapun untuk membantu ‘pemberontak’ memecah blokade, setidaknya tidak ada buktinya
Para ‘jihadis’ dukungan AS mengeluh bahwa Amerika dan Barat kurang memberi bantuan kepada mereka untuk membalikkan kondisi mereka yang saat ini terjepit.
“Amerika tidak melakukan apapun untuk membantu ‘pemberontak’ memecah blokade, setidaknya tidak ada buktinya,” ujar Robert S. Ford, mantan duta besar AS untuk Syria.
Pada 28 Juli lalu, setelah negosiasi dan tekanan dan Qatar dan Turki, afiliasi Al-Qaeda yang terkenal Jabhat al-Nusra mengumumkan memisahkan diri dari Al-Qaeda dan membuat nama baru, yaitu Jabhat Fateh as-Sham.
Sejak saat itu, hampir seketika, bantuan kepada teroris dengan nama baru ini datang secara bergelombang melalui perbatasan Turki. Setidaknya, 100 kombatan bergabung setiap harinya, bersamaan dengan konvoi membawa senjata, amunisi dan logistik.
Beberapa diantara konvoi tersebut juga mencapai kelompok teroris lainnya seperti Ahrar as-Sham, Harakat Noureddin al-Zenki, Faylaq as-Sham, Ajnad as-Sham dan Divisi Utama dari Free Syrian Army (FSA) – yang kesemuanya di bawah naungan Jaysh al-Fath.
Akhir dari pertempuran di Aleppo sangat bergantung tak hanya dari aktivitas militer kedua belah pihak, namun juga dari keputusan tetangga Syria, Turki dalam janjinya memutus jalur logistik ke teroris yang melewati perbatasannya.
Hasil pertemuan antara Erdogan dan Putin memang masih dirahasiakan, namun diyakini isu mengenai perbatasan Syria – Turki menjadi prioritas dalam pembicaraan tersebut.
Penutupan perbatasan juga tak akan diterima dengan lapang dada oleh NATO dan AS, karena ini berarti akan mengganggu jalur logistik ke ‘pemberontak’ ciptaan mereka.
http://sputniknews.com/middleeast/20160812/1044191123/syria-aleppo-battle.html