Menonton pengajian Bachtiar Nasir (BN) di YouTube saya terkaget-kaget; bagaimana mungkin amalan Nisyfu Sya’ban dikatakan sebagai amalan yang mengada-ada alias bid’ah? Ini seperti mengatakan bahwa BN telah melakukan penelitian super hebat, yang merambah seluruh literatur Islam dari berbagai madzhab.

Jika benar demikian, seharusnya BN telah menghasilkan tulisan mencerahkan yang mampu meyakinkan masyarakat mengenai apa yang dikatakannya itu. Jika hanya sebuah pengajian yang mengkaji 1 kitab, seharusnya siapa pun membatasi thesisnya dengan batasan 1 kitab itu saja. Kata-katanya seharusnya: “Menurut kitab ini…” dan seterusnya.

Fatwa ulama Mesir (yaitu para ulama yang level keilmuannya disaring dengan sangat ketat), malam Nisfu Sya’ban adalah malam yang penuh berkah. Banyak hadis yang mendorong ummat Islam menghidupkan malam Nisfu Sya’ban. Dalam hadis Ibnu Majah dari Ali bin Abi Thalib, Rasulullah SAW bersabda:

إِذَا كَانَتْ لَيْلَةُ النِّصْفِ مِنْ شَعْبَانَ فَقُومُوا لَيْلَهَا وَصُومُوا نَهَارَهَا، فَإِنَّ اللهَ يَنْزِلُ فِيهَا لِغُرُوبِ الشَّمْسِ إِلَى سَمَاءِ الدُّنْيَا، فَيَقُولُ: أَلَا مِنْ مُسْتَغْفِرٍ لِي فَأَغْفِرَ لَهُ، أَلَا مُسْتَرْزِقٌ فَأَرْزُقَهُ، أَلَا مُبْتَلًى فَأُعَافِيَهُ، أَلَا كَذَا، أَلَا كَذَا، حَتَّى يَطْلُعَ الْفَجْرُ

Jika datang Malam Nisfu Sya’ban, shalatlah pada malam harinya, berpuasalah pada siang harinya. Sesungguhnya Allah turun di dalamnya sejak terbenamnya matahari ke langit dunia. Allah SWT Menyeru: “Tidakkah ada orang-orang yang beristighfar memohon ampun kepada-Ku? Tidakkah ada orang-orang yang meminta rizki kepada-Ku? Tidakkah ada orang yang sakit atau terkena musibah yang meminta Kusembuhkan? Tidakkah tidakkah? Sampai terbitnya fajar.

Dan hadis dari Ali bin Abi Thalib, Rasulullah SAW bersabda, “Barangsiapa menghidupkan 5 malam, diwajibkan atas mereka surga. Di antara 5 malam itu adalah malam Nisfu Sya’ban.”

Syariat menghidupkan malam Nisfu Sya’ban ini terdapat pada banyak amalan ulama Salaf. Imam Syafi’i berkata:

وبلغنا أنه كان يقال: إن الدعاء يستجاب في خمس ليالٍ: -وذكر منها- ليلة النصف من شعبان

Telah sampai kepada kami (sebuah hadis), dikatakan bahwa sesungguhnya doa akan diijabah pada 5 malam. Disebutkan diantara 5 malam itu adalah malam Nisfu Sya’ban.

Begitu juga Ibnu Nujaim berkata bahwa ada 5 malam yang disunnahkan untuk dihidupkan: yaitu 10 malam terakhir Ramadhan, malam dua Id (Idul Fitri dan Idul Adha), malam 10 Dzul Hijjah, dan malam Nisfu Sya’ban.

Demikianlah Dar al-Ifta’ al-Mishriyyah mengikuti dua pendapat yang mengikuti riwayat Ali bin Abi Thalib ini, bahwa sesungguhnya perintah untuk menghidupkan 5 malam itu adalah muthlaq (absolut).

Sedangkan perintah yang muthlaq itu berlaku secara umum untuk segala zaman, tempat, individu, dan situasi. Jika perintah syariah itu mengandung jalan yang banyak, maka itu menjadi disyariatkan secara umum.

Oleh karena itu tidaklah sah pembatasannya dengan alasan yang tak beralasan, kecuali dengan dalil yang membatasi: bahwa salah-satu dari 5 malam itu tidak boleh dihidupkan.

Jika tidak ada dalil yang seperti itu, maka syariat menghidupkan 5 malam itu memang benar adanya, baik dilakukan secara berjamaah, ataupun sendiri-sendiri, di rumah maupun di mesjid-mesjid.

Namun demikian, menghidupkan malam-malam itu sejarah berjamaah itu lebih baik dan lebih mungkin dikabulkan, sebagaimana hadis Nabi SAW:

إِنَّ للهِ مَلاَئِكَةً يَطُوفُونَ فِي الطُّرُقِ يَلْتَمِسُونَ أَهْلَ الذِّكْرِ، فَإِذَا وَجَدُوا قَوْمًا يَذْكُرُونَ اللهَ تَنَادَوْا: هَلُمُّوا إِلَى حَاجَتِكُمْ” وقَالَ: “فَيَحُفُّونَهُمْ بِأَجْنِحَتِهِمْ إِلَى السَّمَاءِ الدُّنْيَا

Sesungguhnya para malaikat berkeliling di jalan-jalan mencari ahli dzikir. Jika mereka menemukan orang-orang yang berdzikir kepada Allah, mereka menyeru, “Sampaikanlah hajat kalian.” Nabi bersabda, “Maka para malaikat meliputi mereka dengan sayap-sayap mereka hingga mereka sampai ke langit dunia.” (HR. Bukhari).

Demikian juga dengan berpuasa pada hari Nisfu Sya’ban, disunnahkan berpuasa di dalamnya. Al-Allamah al-Shawi dalam Hasiyah-nya: berpuasa di hari Nisfu Sya’ban itu adalah sunnah.

Juga al-Allamah Ibnu Hajar dalam al-Fatawa al-Fiqhiyyah al-Kubra: bahwa berpuasa pada hari Nisfu Sya’ban adalah sunnah, karena dia termasuk dari hari-hari putih.

Sampai di sini telah kita lihat para ulama yang mu’tabar berdasarkan hadis yang diriwayatkan oleh Ali bin Abi Thalib, juga Dar al-Ifta’ Mesir, telah menyatakan bahwa amalan-amalan Nisfu Sya’ban bukanlah amalan mengada-ada seperti yang dinyatakan oleh orang yang kualitas keulamaannya belum terbukti secara ilmiah.