Pengepungan Deir ez Zour yang dimulai Daesh pada awal tahun 2014, akhirnya berhasil dipatahkan pada tanggal 5 September 2017 oleh kekuatan gabungan yang terdiri dari Divisi Lapis Baja 1 SAA sebagai motor penggerak utama, dan juga Resimen 800 Garda Republik Syria, Divisi Lapis Baja 4, Divisi Lapis Baja 18, milisi-milisi regional yang tergabung dalam NDF, gerakan muqawama Lebanon Hezbollah, serta relawan-relawan dari Iraq yang tergabung dalam Harakat Hezbollah an-Nujaba, Khata’eb al Imam Ali, Hashd al Shaabi, paskhas Garda Revolusi Iran dan Federasi Rusia, dan tentunya juga dengan dukungan serangan udara dari angkatan udara Federasi Rusia.
Ini adalah salah satu kemenangan penting dalam perang Syria, dan para pahlawan yang turut berjasa membebaskan kota Deir ez Zour dari kepungan Daesh patut mendapatkan pujian dan sanjungan dari kita semua. Entah harus disayangkan atau tidak – mengingat tendensi Barat – tetapi rasanya kemenangan ini sengaja dibungkam oleh media-media dunia yang dimonopoli neocon. Terlebih lagi, sebagai respon atas kemenangan strategis pasukan Syria atas Deir ez Zour, cuma berselang satu hari setelah kemenangan tersebut, PBB secara tiba-tiba mengumumkan bahwa pasukan pemerintah Syria yang sepenuhnya bertanggung jawab atas serangan gas kimia di Khan Shaykoun pada April 2017, beserta serangkaian serangan kimia lainnya pada basis-basis pemberontak.
Benarkah demikian?
Ya silakan saja dianggap benar apabila anda termasuk yang melupakan laporan PBB sendiri pada 2013, dan juga diakui langsung oleh OPCW dan Kemenlu AS bahwa Syria telah bersih 100% dari segala senjata kimia, yang tentunya merupakan buah dari sikap terbuka dan kooperatif pemerintah sah Syria dengan para investigator dan penyita utusan OPCW & PBB pasca insiden Ghouta 2013 yang dituduhkan Barat sebagai ‘bentuk kejahatan rejim’ Assad.
Langkah neocon yang kembali memainkan kartu lama bernama “serangan gas kimia” lewat PBB ini adalah perwujudan dari betapa terdesaknya mereka oleh perkembangan situasi di Syria. Seperti waktu serangan gas kimia false flag di Ghouta 2013, maupun Khan Shaykoun 2017, tentunya pengumuman mendadak PBB ini adalah upaya ketiga mereka untuk menjadikan false flag tersebut sebagai alasan kuat untuk melancarkan invasi skala besar NATO & GCC kepada Syria setelah kekalahan telak dan beruntun diderita anasir-anasir takfiri binaan mereka di berbagai front di Syria, Iraq dan Lebanon.
Selain pengumuman PBB yang berat sebelah tersebut, kemenangan besar Syria di Deir ez Zour juga direspon oleh entitas zionis Israel dengan serangan udara terhadap fasilitas militer Syria di Masyaf, yang menewaskan dua prajurit Syria. Serangan tersebut dengan begitu cepatnya diliput oleh media-media Barat sebagai bagian dari upaya baru mereka untuk mendaur ulang opini lama lagi bahwa Syria masih memiliki senjata kimia, karena menurut media-media tersebut juga, fasilitas militer di Masyaf yang diserang Israel tersebut terindikasi sebagai fasilitas produksi senjata kimia milik militer Syria.
Sekedar selingan, para pembaca Resistensia mungkin juga telah mengetahui dan mungkin akan mengkritik bahwa sistem pertahanan udara S400 milik Rusia yang ditempatkan di Syria kenapa tidak dimanfaatkan saja untuk menghalau serangan udara Israel. Perlu dipahami bahwa S400 tersebut secara spesifik digunakan untuk menjaga pangkalan dan aset-aset taktis Rusia di kawasan, bukan untuk menjaga aset-aset Syria, seperti yang disepakati oleh kedua belah pihak. Perlu diketahui juga bahwa penempatan serta bantuan militer Rusia di Syria juga terbatas dalam lingkup kerjasama Moscow-Damaskus untuk memerangi terorisme yang menjangkiti Syria, bukan untuk terlibat dalam konflik antara Israel dan Syria.
Kembali lagi soal rencana invasi lewat false flag ‘senjata kimia’, kemungkinan besar akan kembali digagalkan lagi oleh Rusia yang tentunya tidak akan membiarkan NATO merangsek masuk kedalam wilayah kedaulatan Syria dan menghancurkan segala pencapaian yang telah susah payah diraih oleh koalisi Rusia, Iran, Hezbollah dan Syria. Sekarang mari kita kesampingkan dulu tentang probabilitas invasi Barat dengan preteks ‘senjata kimia’ palsu tersebut, karena ada ancaman yang lebih nyata dan lebih dekat.
Ancaman tersebut bernama Kurdi. Yah, seperti yang pernah saya bahas pada artikel tanggal 21 Agustus lalu, hari demi hari semenjak usainya pertempuran di Kobane pada Januari 2015, potensi ancaman yang dimiliki milisi-milisi Kurdi semakin meningkat secara drastis, tidak lain karena dukungan besar-besaran dari Amerika Serikat yang memilih mengakhiri pendanaan dan dukungan kepada para pemberontak takfiri dan mulai memfokuskan Kurdi sebagai investasi utama mereka yang berguna sebagai ‘kartu baru’ mereka di Syria.
Dan pada waktu yang bersamaan ketika pasukan SAA dan para sekutunya memerangi Daesh untuk mengakhiri pengepungan atas Deir ez Zour, SDF Kurdi dengan dukungan penuh Amerika juga sibuk dalam pertempuran merebut kota Raqqa dari Daesh. Atau setidaknya, sisa-sisa dari kekuatan Daesh yang ditempatkan di Raqqa.
Saya menyebut sisa-sisa bukan karena sebagian besar kekuatan Daesh di Raqqa berhasil dilumat oleh kolaborasi Kurdi dan Amerika, tetapi karena pada beberapa bulan lalu, pasukan Kurdi yang mengepung Raqqa justru sengaja membuka koridor bagi sejumlah konvoi pasukan Daesh yang dimobilisasi dari Raqqa menuju Deir ez Zour, yang dalam perjalanannya berhasil dilumat oleh serangan udara AU Rusia sebelum dapat mencapai Deir ez Zour dan mengacaukan ofensif koalisi SAA dan sekutunya terhadap pengepungan Daesh di Deir ez Zour.
Dengan kekalahan di berbagai front, dari Qalamoun sampai Deir ez Zour, tentunya potensi ancaman Daesh berkurang drastis, dan seharusnya rakyat Syria dan kita semua yang selama ini mendukung kedaulatan mereka bolehlah berlega hati dan bersenang sejenak. Para pembaca setia Resistensia mungkin hendak bertanya, apa maksudnya nih dengan “sejenak”?
Karena dengan kalahnya Daesh dan para anasir takfiri lainnya di berbagai penjuru Lebanon, Syria dan Iraq pun, sebenarnya konflik di kawasan tersebut akan terus dinyalakan oleh para neocon Barat dan para zionis Israel dengan meminjam tangan kaum Kurdi yang diiming-imingi dengan pendirian negara Kurdistan. Potensi perang Syria bermutasi dari perang asimetris melawan para teroris Wahhabi menjadi perang penumpasan separatisme Rojava / Kurdi sangatlah tinggi, terlebih lagi dengan jatuhnya Hasakah yang strategis kedalam kekuasaan SDF Kurdi, dan kemungkinan nasib serupa juga bisa jadi menimpa Raqqa dalam masa-masa mendatang.
Kelak perang perebutan Raqqa kemungkinan bukan lagi antara SAA atau Kurdi melawan Daesh, tetapi SAA yang didukung Rusia dan Iran melawan SDF Kurdi yang didukung koalisi Barat. Selain pencaplokan sederetan wilayah kedaulatan Syria utara dan timur laut oleh para pengkhianat Kurdi, probabilitas eskalasi perang di kawasan juga akan meningkat apabila sampai Referendum 25 September (harap diingat-ingat tanggal ini) nanti di Erbil, Iraqi Kurdistan nantinya berbuah pada keputusan pemisahan diri KRG dari negara kesatuan Iraq dan menjadi negara Kurdistan sendiri, tentunya akan menimbulkan dampak domino dan peningkatan eforia separatisme bagi kaum Kurdi di Turki, Iran dan juga Syria.
Berbeda dengan Daesh yang dijadikan Barat sebagai alasan untuk intervensi militer di Syria dan Iraq selama ini dengan tajuk “memerangi terorisme Daesh”, kelak pemberontakan sporadis Kurdi di negara-negara kawasan juga akan tetap melanggengkan keberadaan ilegal militer Amerika di Syria dan Iraq, tentunya kali ini bukan lagi dengan tajuk “memerangi terorisme”, tetapi “membantu meraih kemerdekaan Kurdistan” atau omong kosong propaganda Barat lainnya yang serupa. Dengan Daesh ataupun Kurdi, pokoknya agenda Barat untuk Balkanisasi Syria dan Iraq akan berjalan terus, korban jiwa akan terus jatuh bergelimpangan, perang dan bisnis ilegal kompleks industri militer Barat akan berjalan terus secara bersamaan.
Akhir kata, dengan probabilitas eskalasi konflik di depan mata, tentunya tugas SAA dan para sekutunya menjadi semakin berat dan waktu juga menjadi semakin sedikit dan semakin berharga apabila mereka hendak merawat keutuhan dan kedaulatan bangsa Syria. Marilah kita panjatkan segenap doa dan harapan bagi mereka yang berjuang demi kedaulatan dan harga diri bangsa dan negaranya dari tirani global neocon. Sampai jumpa pada artikel berikutnya, dan tentunya..
Allah, Souriyah, Bashar ou bas!