Malhama Tactical adalah perusahaan militer swasta (private military contractor / PMC) berisi para jihadi yang cukup berpengaruh dan sekarang beroperasi di berbagai negara, termasuk Syria. Namanya berarti “Perang Besar” atau Armageddon.

Para operator Malhama Tactical mengenakan helm, pelindung, seragam kamuflase serta kacamata anti-balistik yang terkini dalam industri militer. Suatu hal yang sebenarnya lazim bagi PMC di belahan dunia manapun. Tetapi berbeda dengan mayoritas PMC lainnya, Malhama Tactical bukanlah berasal dari negara-negara Barat.

Kerap disebut “Blackwater of Jihad”, para kombatan mereka di Syria sering ditugaskan melatih para mujahilin, tentunya tidak secara gratisan dan dibayar oleh para pendukung “khilafah”.

Mari kita sedikit berbicara tentang Blackwater. Konon, Blackwater merupakan PMC paling terkenal, paling kejam dan paling agresif diantara banyaknya PMC Barat di Iraq. Mereka jugalah yang mendapatkan tender proyek dengan nilai menggiurkan dari Pentagon pasca “pembebasan” Iraq pada 2003.

Perusahaan-perusahaan seperti mereka tergolong cukup kebal dan aman dari pengamatan dan tuntutan hukum, tetapi hal itu berubah setelah suatu tragedi berdarah pada suatu hari yang panas di Baghdad.

Pada suatu pagi di bulan September 2007, para operator Blackwater secara tidak terduga menembaki para warga sipil yang sedang beraktivitas di Nisoor Square dari kendaraan-kendaraan lapis baja mereka. Hasilnya adalah 17 warga sipil tidak bersalah terbunuh, sementara lebih dari 40 lainnya terluka parah. Hanya 4 dari para operator itu kemudian dijatuhi hukuman akibat pembantaian itu.

Menyusul tragedi berdarah tersebut, untuk kembali memuluskan bisnis haram mereka dan terus mencicipi kontrak-kontrak menggiurkan dari Pentagon, Blackwater pun mengubah nama mereka menjadi Xe Services, tetapi tidak lama kemudian, kembali diubah lagi, menjadi Academi.

Malhama Tactical, seperti halnya PMC pada umumnya, bisa dibilang nyaris mustahil untuk dimintai pertanggung jawabannya atas kekacauan yang mereka sebabkan di Syria, baik yang secara langsung maupun tidak langsung. Tetapi mustahil diadili, bukanlah berarti mustahil untuk menjadi incaran gerakan-gerakan lainnya yang juga mulai mengarahkan pisir bidikan mereka kepada Malhama.

Grup kecil yang beranggotakan sekitar puluhan hingga ratusan operator, yang kebanyakan berasal dari kawasan Asia Tengah, juga terkenal aktif menggunakan media sosial untuk kelancaran kegiatan mereka. Pada akhir tahun lalu, mereka menempatkan iklan di Facebook untuk mencari dan merekrut instruktur-instruktur militer swasta yang bersedia untuk “terlibat aktif, berkembang, dan belajar bersama” mereka.

Laman YouTube milik mereka juga kerap mengunggah video-video yang mengajari hal-hal seperti perawatan dan penanganan senjata, menyiapkan serangan dadakan, sampai pengaplikasian P3K di medan perang.

Pemimpin dan pendiri Malhama Tactical – yang tanpa rasa ironi, menyebut diri mereka “menyenangkan dan bersahabat” – adalah seorang warga negara Uzbekistan yang memakai nama samaran Abu Rofiq, yang mengklaim dirinya pernah menjadi bagian dari VDV (Vozdushno Desantnye Voyska / Airborne Troopers), yang merupakan salah satu dari 6 matra Angkatan Bersenjata Federasi Rusia.

Walau Malhama berfokus pada kepentingan komersil berupa penawaran jasa dan keahlian mereka, Abu Rofiq juga menyatakan bahwa salah satu misi PMC mereka juga memiliki aspek religius, yakni untuk membebaskan ‘kaum Muslim Sunni yang tertindas’ secara militer, dan tidak cuma di Syria nantinya, karena mereka juga disinyalir telah membuka cabang firma mereka di RRC, Myanmar, Rusia, serta negara-negara ex-Soviet di Asia Tengah.

Jikalau mereka benar telah menyebar ke RRC, berarti tidak lain tujuannya adalah untuk melatih para separatis etnis Uyghur yang tergabung dalam gerakan separatis salafis Partai Islamis Turkestan. Dalam jajaran mujahilin di Syria dan Iraq, mereka juga melebur kedalam kelompok-kelompok takfiri yang aktif di dua negara itu.

Bahkan beberapa anggota mereka yang beretnis Uyghur juga diyakini terkait dalam serangan teror pada klub malam Istanbul di awal Januari 2017 ini. Selain itu, disinyalir juga bahwa anggota mereka yang beretnis Chechnya maupun etnis Kaukasus lainnya, aktif terlibat dalam serangan teror didalam wilayah kedaulatan Rusia maupun negara-negara sekutu Rusia di kawasan Asia Tengah.

Potensi ancaman yang mereka miliki inilah, yang konon diyakini telah membuat Abu Rofiq dan para pengikutnya masuk dalam bidikan para petinggi yang dekat dengan Vladimir Putin maupun Erdogan. Pada bulan lalu, serangan udara dilancarkan di Idlib dengan Abu Rofiq sebagai target utama, tetapi yang terbunuh adalah keluarganya, sementara nasib dan keberadaan Abu Rofiq sendiri pasca serangan itu, masih mengundang tanda tanya besar, akibat kesimpang siuran informasi.

Ada yang menyebut bahwa dia telah tewas dalam serangan udara tersebut, tetapi ada juga yang membantah dan menyatakan bahwa Abu Rofiq masih hidup sampai sekarang.

Kembali lagi kepada perihal peran dan jasa PMC di Syria, kita akan melanjutkan perihal Abu Rofiq dan Malhama sebentar lagi. Proses pelatihan para pemberontak di awal-awal konflik Syria berjalan pelan dan terkadang kacau. Ambillah contoh dari suatu grup pemberontak lokal yang dibentuk pada tahun 2012 di Idlib, yang dipimpin seorang mekanis lokal berusia 34 tahun pada waktu itu, sebut saja Abdul al Haq.

Grup yang dipimpinnya berisikan sekitar 50-60 orang, dan semuanya tidak memiliki senjata semi-otomatis satupun. Untuk latihan dan tempur, mereka harus bergiliran menggunakan dua puluhan pucuk senapan berburu, shotgun dan pistol.

Senjata-senjata tersebut pun bukanlah barang baru, kebanyakan telah dimakan usia dan sontak rusak begitu dipakai oleh mereka. Pistol yang mereka miliki juga tergolong lawas, misalnya pistol Makarov buatan Uni Soviet, bahkan revolver Webley buatan Inggris tahun 1930an. Itu cuma secuil contoh dan perbandingan kontras dengan realita lapangan begitu kontraktor dan kombatan asing mulai membanjiri Syria.

Karena seiring memburuknya situasi, dan pemberontakan demokratis palsu menjelma menjadi ajang bertumpahan darah brutal, arus masuk alutsista menuju Syria dari para pemain internasional meningkat secara drastis, baik secara kuantitas maupun kualitas alutsista.

Pemerintah sah Syria menerima pasokan senjata dari Federasi Rusia dan Republik Islam Iran, sementara para pemberontak mendapatkan senjata mereka dari Arab Saudi, Qatar dan negara-negara monarki Teluk lainnya.

Banyak pemberontak “moderat” yang dilatih dan dipersenjatai Amerika di Yordania dan Turki, kerap langsung menyerahkan senjata yang mereka peroleh dari Amerika kepada kelompok-kelompok ekstremis takfiri setibanya mereka disisi lain perbatasan.

Kembali lagi soal Abu Rofiq, dia memulai karirnya sebagai pelatih para pemberontak di Syria pada tahun 2013, dan seiring berjalannya waktu, dia memasukkan lebih banyak lagi petarung berpengalaman dari Kaukasus sebelum akhirnya memutuskan mendirikan PMC Malhama pada awal tahun 2016 bersama dengan puluhan kombatan yang paling dipercayainya.

Para klien Malhama Tactical adalah fraksi-fraksi teroris takfiri yang tentunya sudah tidak asing namanya bagi para pembaca setia Resistensia, yaitu Hayat Tahrir al Sham, yang dulunya bernama Jabhat Fateh al Sham dan Jabhat al Nusra. Selain HTS, Ahrar al Sham yang dibekingi Turki & Arab Saudi, juga tercatat sebagai salah satu pelanggan jasa Malhama Tactical.

Para kombatan Kaukasus, seperti Abu Rofiq, mengukir reputasi menyeramkan sebagai yang paling brutal dan paling berdedikasi dibandingkan kombatan takfiri dari kawasan dunia lainnya.

Salah satu contoh paling terkenal selain Abu Rofiq, adalah Abu Omar al Shishani, seorang komandan Daesh yang beretnis Chechnya dan berkebangsaan Georgia, yang berperan penting dalam awal-awal terbentuknya Daesh.

Abu Omar al Shishani diyakini telah tewas pada bulan Juli 2016 dalam serangan udara AU Amerika terhadap persembunyiannya di desa al Shirkat di Iraq. Bagi para mujahilin takfiri, kematiannya dianggap kemunduran besar bagi mereka. Kemunduran bagi mereka, secercah ketenangan bagi rakyat Iraq dan Syria tentunya.

Salah Abdulhamid Awad, anggota HTS / Nusra dari Binesh, yang juga mengklaim pernah dilatih Malhama Tactical di Aleppo tahun lalu, pernah mengatakan, “Tidak ada grup yang dapat memberikan pelajaran bermutu, kecuali ketika mulai dilatih oleh orang-orang Uzbekistan (dari Malhama). Mereka muda, tetapi mereka memiliki pengalaman tempur yang bagus karena pernah tergabung dalam militer Rusia.

Mereka profesional dan juga memiliki senjata-senjata Rusia yang terkenal bagus. Mereka juga terlibat langsung dalam pertempuran, sambil menjadi penasehat militer bagi kami. Kami melihat langsung aksi mereka dalam pertempuran di Aleppo. Mereka khawatir akan tertangkap oleh pasukan Rusia, karena mereka pastinya akan langsung dieksekusi.

Kami juga mendengar desas desus kematian komandan mereka (Abu Rofiq) di Idlib, tetapi kami juga mendengar kabar bahwa komandan mereka masih hidup. Saya sendiri tidak begitu percaya dia masih hidup. Tetapi, yah, apapun yang terjadi, kuyakin Malhama Tactical akan terus eksis, baik di Syria maupun di tempat lain.”

Masa-masa angkat senjata bagi Awad bisa dibilang usai untuk sementara waktu. Awad pernah menetap sementara di Idlib, kota yang menjadi ‘ibukota pemberontak’ terakhir di kawasan Syria utara. Awad kabur ke Idlib pada tahun lalu dari Aleppo yang pada masa itu tinggal menunggu waktu saja untuk dibebaskan oleh pasukan pemerintah sah Syria, beserta pasukan Rusia dan Iran.

Tetapi Awad hanya menetap di Idlib selama 10 hari, dia menyanggah, “Bukanlah pengeboman yang kutakuti, kami pernah mengalami yang lebih buruk di Aleppo. Saya bisa terima itu. Tetapi kami juga butuh istirahat, untuk membersihkan kepala dari kepenatan sebelum memutuskan langkah apa yang harus diambil berikutnya dalam pertempuran kami melawan Bashar.”

“Bagi orang-orang asing, seperti para Uzbek Malhama misalnya, bisa dengan mudahnya datang dan pergi. Tetapi kami adalah orang Syria, kami harus bertahan, dan menghadapi segala macam konsekuensi atas apa yang telah terjadi.”

Kim Sengupta
http://www.independent.co.uk/news/world/middle-east/syria-civil-war-latest-jabat-al-nusra-blackwater-jihad-malhama-training-a7628161.html