Dari sini bisa dikatakan bahwa saya setuju dengan orang-orang seperti Alistair Crooke dan Moon of Alabama bahwa “pembersihan” ini bukanlah langkah penuh makna ke arah penerapan program reformasi dengan pertimbangan matang tapi hanyalah aksi putus asa dari seorang anak muda tak berpengalaman dan impulsif – Putra Mahkota Muhammad bin Salman – yang bertindak di luar kemampuannya.

Prospek Keberhasilan ‘Pembersihan’

Bukan berarti dalam jangka pendek “pembersihan” tidak akan berhasil.

Tampaknya saat ini tidak ada oposisi teroganisir terhadap Muhammad bin Salman di dalam Arab Saudi – meski pun di Arab Saudi kita tidak bisa benar-benar yakin – dan dengan dukungan dari angkatan darat dan ayahnya, peluang bagi Muhammad bin Salman adalah dalam waktu dekat dia akan bisa memenangi pertaruhan, mengalahkan atau mengelabui pihak oposisi dan mengamankan jalan menggantikan ayahnya saat Raja Salam wafat atau turun tahta.

Namun masalah baru akan dimulai begitu suksesi berlangsung, karena Muhammad bin Salman telah membuat marah dan kesal banyak orang dalam perjalanannya menuju tahta, dan tanpa seorang pun yang bisa disalahkan kecuali dirinya sendiri jika, atau bahkan, saat semuanya mulai tidak berjalan sebagaimana mestinya.

Program ‘Reformasi’

Kalau begitu apa sebenarnya program reformasi Muhammad bin Salman yang banyak dibicarakan itu?

Pertama-tama harus dikatakan bahwa Saudi Vision 2030 bukanlah ‘program reformasi’ dalam arti kata sesungguhnya.

Program ini hanyalah program belanja dan investasi besar-besaran yang bertujuan untuk memberikan Arab Saudi sebuah pusat industri dalam waktu sangat singkat sambil menjaga posisi Al-Saud di pusat masyarakat Saudi tidak tersentuh.

Saya sudah pernah membagikan pandangan saya [yang menyatakan] bahwa target belanja dan program industrialisasi yang telah diumumkan benar-benar tidak realistis dan pasti gagal.

Perbandingan yang dibuat oleh beberapa orang dengan program industrialisasi Uni Soviet di bawah Stalin dan dengan dorongan industrialisasi Cina sejak tahun 1990-an menurut saya salah besar. Kedua program tersebut merupakan aksi pemerintah revolusioner yang bertujuan untuk memobilisasi keseluruhan sumber daya negara mereka ke arah program industrialisasi dijalankan sebagai bagian dari program yang lebih besar untuk transformasi revolusioner masyarakat mereka.

Berlawanan dengan kedua program di atas, tidak ada satu bagian pun yang ‘revolusioner’ dari usaha yang dilakukan oleh Muhammad bin Salman. Sebaliknya apa yang dia coba untuk lakukan dengan memberikan Arab Saudi pusat industri adalah untuk meneruskan status quo Saudi dengan memperkuat posisi Al-Saud baik eksternal mau pun internal.

Usaha tersebut bahkan tidak benar-benar membicarakan program industrialisasi. Malahan hanyalah sebuah usaha untuk mencangkokkan pusat industri di atas masyarakat Saudi yang stagnan dengan memanfaatkan aset negara Arab Saudi perusahaan minyak Aramco untuk belanja borongan dari luar negeri.

Hal ini pada akhirnya tidak berbeda dari apa yang selama ini Arab Saudi lakukan – tanpa hasil – sejak 1960-an. Perbedaannya hanyalah pada skala.

Tidak ada alasan untuk berpikir bahwa Muhammad bin Salman akan lebih berhasil dibanding penguasa-penguasa Saudi sebelumnya, yang pernah melakukan tanpa hasil apa yang dia lakukan sekarang.

Membiayai Saudi Vision 2030 melalui “Pembersihan”?

Bagaimana dengan pandangan bahwa kekayaan besar yang Muhammad bin Salman sita dari mereka yang baru saja dia “bersihkan” akan dapat memberikan kebutuhannya untuk membuat Saudi Vision 2030 berhasil?

Pada kenyataannya total sitaan – dilaporkan sebesar $800 juta namun pada kenyataannya hanya sepersekian dari jumlah tersebut –  sangat tidak cukup untuk membiayai program sebesar ini. Dapat dikatakan bahwa Saudi Vision 2030 bertujuan untuk meningkatkan pendapatan Arab Saudi non-minyak dari $163 miliar menjadi $1 triliun per tahun.

Saya bisa menambahkan bahwa usaha Muhammad bin Salman untuk membiayai programnya dari uang yang dia sita dari pangeran-pangeran Saudi yang berselisih dengannya dalam bahasa politik secara halus merupakan ide bermasalah, dan resep pasti bagi masalah besar di masa depan.

Merangkul Rusia dan Kekuatan Eurasia?

Terakhir, bagaimana dengan pandangan beberapa orang yang menyatakan bahwa Muhammad bin Salman berencana untuk menyejajarkan Arab Saudi ke arah kekuatan Eurasia – yaitu ke arah Cina dan Rusia – dan bahwa “pembersihan” dimaksudkan untuk mencegah kudeta dari pihak pro-AS yang mungkin diluncurkan untuk mencegah hal ini terjadi?

Menurut saya pandangan ini didasari oleh interpretasi berlebihan atas pernyataan Muhammad bin Salman dalam wawancara dengan koran Guardian baru-baru ini di yang membahas tentang keinginannya untuk mengubah fokus Arab Saudi ke arah “versi Islam yang lebih moderat” dan tentang kunjungan ayahnya Raja Salman ke Moskow baru-baru ini.

Islam ‘Moderat’?

Pertama kita lihat pernyataan Muhammad bin Salman tentang keinginannya untuk melihat Arab Saudi [berada] dalam “versi Islam yang lebih moderat”, seperti yang ditulis oleh Guardian berikut ini,

“Apa yang telah terjadi dalam 30 tahun belakangan ini bukanlah Arab Saudi. Apa yang telah terjadi di daerah ini dalam 30 tahun belakangan ini bukanlah Timur Tengah. Setelah revolusi Iran pada tahun 1979, masyarakat ingin mencontoh model tersebut di negara-negara lain, salah satunya adalah Arab Saudi. Kami tidak tahu bagaimana menanganinya. Dan masalah ini meluas ke seluruh dunia. Sekarang waktunya untuk menyingkirkan masalah tersebut….

Kami hanya kembali kepada apa yang kami ikuti – Islam moderat yang terbuka bagi dunia dan agama-agama lain. 70% rakyat Saudi berusia kurang dari 30, sejujurnya kami tidak mau membuang-buang 30 tahun hidup kami untuk memerangi pemikiran ekstrimis, kami akan menghancurkan mereka sekarang dan secepatnya.”

Pernyataan ini tidak hanya sangat tidak historis; tampaknya bertujuan untuk menyalahkan Iran – kambing hitam abadi Muhammad bin  Salman dan Arab Saudi – atas masalah Arab Saudi dengan Jihadis radikal, yang bila dilihat dari kebijakan Saudi sebelumnya (lihat di atas) justru menggelikan.

Pada kenyataannya keluarga Al-Saud – yang pastinya diketahui oleh Muhammad bin Salman – telah bersekutu dengan Wahabisme sejak abad kedelapan belas, saat Muhammad bin Saud, emir Diriyah, mengundang pendiri Wahabisme Muhammad ibnu Abdul al-Wahab ke istananya dan mereka setuju untuk bersama membawa Arab di semenanjung kembali ke ‘prinsip sejati’ Islam.

Tidak ada satu pun yang sudah Muhammad bin Salman katakan atau lakukan menunjukkan bahwa dia punya rencana untuk mengubah hal tersebut. Sejujurnya saya kira kesempatan bagi seorang non-Wahabi untuk menjadi Raja Arab Saudi sama besar dengan kesempatan seseorang yang bukan Katolik untuk menjadi Paus.

Pernyataan Muhammad bin Salman ini tidak dimaksudkan untuk memuluskan jalan untuk menjauh dari doktrin kaku Wahabi di dalam Arab Saudi. Pernyataannya justru memberi sinyal melonggarnya batasan-batasan tertentu di dalam Arab Saudi dalam rangka mendapatkan dukungan dari kalangan muda Saudi sambil dalam waktu yang bersamaan mencari cara agar Arab Saudi dan Muhammad bin Salman sendiri memiliki citra yang lebih baik di Barat.

Pada akhirnya tidak ada yang akan berubah karena perubahan yang sesungguhnya akan membuat ortodoksi relijius Muhammad bin Salam dipertanyakan, yang akan membuatnya keluar dari jalur suksesi dan tahta.

Raja Salman di Moskow – Tidak Menjauh dari AS

Mengenai perjalanan Raja Salman ke Moskow, terlalu berlebihan bila dipandang sebagai usaha Arab Saudi untuk menjauh dari AS dan mendekat ke kekuatan Eurasia.

Raja Salman merupakan Raja Saudi pertama yang mengunjungi Rusia dalam kapasitas resmi. Dia memang membawa delegasi dalam jumlah besar, namun Muhammad bin Salman sendiri tidak termasuk di dalamnya.

Apa pun kesepakatan yang didapakan oleh Saudi dan Rusia dari pihak lainnya saat Raja Salman berada di Moskow, tampak kerdil dibanding kesepakatan Saudi dengan AS yang jauh lebih besar beberapa bulan sebelumnya selama kunjungan Presiden AS Trump ke Arab Saudi.

Hal ini menunjukkan bahwa hubungan dengan AS-lah yang penting bagi Saudi, bukan hubungan dengan Rusia.