Di tahun 2003, Perdana Menteri Erdogan mempresentasikan “Manifesto Nasional”, yaitu dokumen yang menguraikan tentang visinya untuk membangun Turki sebagai kekuatan besar dengan target capaian pada tahun 2023 (100 tahun Republik Turki).

Pilar dari rencana ini tidak hanya menyangkut modernisasi angkatan bersenjata, tetapi juga kemandirian pada semua sektor pertahanan. Untuk mencapai hal ini, Turkey telah menginvestasikan sejumlah besar dana di internal Kompleks Militer-Industri (MIC).

Hasil investasi tersebut terlihat nyata di pameran IDEF 2017, sebuah pameran pertahanan dua-tahunan yang berlangsung tanggal 9-12 Mei 2017 di Istanbul.

Disana, para petinggi MIC Turki hadir, memamerkan berbagai macam proyek mulai dari senapan serbu dan artileri swagerak sampai rudal balistik (seperti sistem Roketsa Khan/Bora) dan railgun. Video berikut ini menunjukkan beberapa cuplikan penampilan Turki di ajang IDEF 2017:

Penampilan proyek MIC Turki yang patut diperhatikan adalah:

Rudal balistik Kahn/Bora: Roketsan telah memasarkan rudal Kahn, yaitu adalah rudal balistik jarak dekat (SRBM) dengan jarak sekitar 280 km. Sedangkan rudal Bora yang dikabarkan memiliki target jarak lebih dari 1000 km sedang dalam proses pengembangan.

Untuk menampilkan kesiapan sistemnya, Roketsan melakukan demo peluncuran selama IDEF 2017:

Seorang wartawan Turki menunjukkan sebuah perhitungan kasar yang memprediksi jarak hantam rudal balistik Turki. Perhatikan bahwa dalam gambar tersebut, peluncur diasumsikan berada di “garis depan”, yaitu di perbatasan Turki. Faktanya, rudal balistik tidak pernah digunakan dengan cara tersebut.

Pesawat tempur siluman TF-X: Turki berencana untuk memanfaatkan keahlian yang diperolehnya sebagai rekanan F-35 untuk membangun pesawat tempur lokal. Ini merupakan tugas besar bagi Turki.

Sangat sedikit negara yang dapat membuat pesawat tempur yang layak, apalagi mesin jet yang tangguh. Sebagai contoh, Cina yang memiliki kekuatan di sektor industri, keuangan dan teknologi masih berusaha keras untuk merancang dan membangun mesin yang layak untuk tentaranya.

Memahami tantangan ini, pemimpin Turki mulai mendekati Inggris dan menandatangani persetujuan kerjasama. Dibawah program F-35, Turki dicanangkan sebagai satu-satunya pemelihara mesin untuk semua tipe pengguna di Eropa.

Inggris telah memprotes hal ini dan berencana untuk mengelola pusat pemeliharaan mesin sendiri. Di sisi lain, Aseslan juga sedang mengembangkan radar Galium Nitrat (GaN) AESA untuk digunakan dalam pesawat tempur siluman TF-X. Tipe radar ini termasuk dalam jajaran tipe yang canggih.

Rudal udara jarak dekat dan menengah: Turki bertekad untuk menambahkan rudal lokal baru pada tahap pertama untuk menggantikan rudal AIM-9 dan AIM-120 dalam inventarisasinya.

Dengan begitu, Turki tidak perlu lagi bergantung pada niat baik AS untuk mengekspor model rudal terakhir dan untuk menyokong inventaris saat ini. Permasalahan yang dihadapi Turki kemudian sangat pelik karena dibutuhkan keahlian yang tinggi untuk membangun rudal udara yang modern, terutama untuk sistem perlindungannya.

Permasalahan lainnya adalah sulitnya integrasi dengan pesawat yang tersedia saat ini. AS tidak mungkin membagikan kode asli dari F-16 (apalagi F-35) kepada Turki untuk melakukan pembaruan perangkat lunak pada pesawat agar dapat digunakan dengan rudal mereka.

Kemungkinan besar Turki akan mengatasi permasalahan ini dengan menggunakan mode “rudal udara umum” atau dengan cara memasukkan informasi ke dalam komputer bahwa rudal yang dikenali (misalnya AIM-9) telah terpasang sebagai pengganti rudal Turki yang berada di pesawat.

Sayangnya, solusi seperti ini tentunya akan berpengaruh pada performa rudal. Bahwasanya usaha Turki untuk mengembangkan rudal kelas AIM-120 saja sudah cukup mengejutkan banyak pihak di seluruh dunia.

TF4500 kapal perang siluman, kapal selam MilDEN dan TCG Anadolu: Ini adalah program-program yang lebih ambisius untuk Angkatan Laut Turki dengan memanfaatkan pengalaman membangun kapal selam Tipe 214 AIP untuk merancang dan membangun kelas kapal yang baru.

Tugas besar lainnya untuk MIC Turki adalah membangun kapal perang dengan lisensi dan merancang kapal perang sendiri. Meskipun begitu, Jerman berencana untuk menggunakan galangan kapal di Turki untuk membangun kapal selam Tipe 214 tambahan lainnya jika mereka mendapat pesanan dari Indonesia.

Jika hal tersebut terjadi, maka lini produksi untuk kapal selam akan tetap terbuka dan dana yang masuk akan digunakan untuk program MilDEN. Pakistan juga telah menyetujui untuk membeli empat korvet MILGEM Blok I dari Turki.

TCG Anadalu sendiri adalah rancangan LPD/LHD yang akan digunakan Turki untuk memodifikasi kapal pengangkut ringan (foto model kapal dapat dilihat disini: https://www.ptisidiastima.com/idef-2017- tcg-anadolu/).

Produksi Tank Altay mulai dikurangi: Turki mulai menghadapi masalah signifikan dengan pembangkit listrik untuk tank-tank ini. Awalnya Turki berencana untuk menggunakan mesin MTU. Akan tetapi karena memburuknya hubungan Turki dan Uni Eropa selama beberapa bulan terakhir, terjadilah embargo informal dalam ekspor lisensi untuk teknologi militer.

Negosiasi Turki dengan Industri Berat Mitsubishi juga tidak mendapatkan titik temu. Oleh karena itu, Turki beralih ke Ukraina dan sekitar bulan Maret lalu menandatangani nota kesepahaman terkait pasokan mesin Ukraina untuk Altay dengan penekanan hak ekspor tanpa syarat.

Hal yang dapat diamati dalam IDEF 2017 adalah kemauan Turki untuk mengalokasikan porsi yang signifikan dari ekonominya untuk industri pertahanan serta ambisinya untuk menjadi kekuatan super potensial.

Untuk mengamankan sebagian dananya, Turki mempresentasikan dirinya sebagai produsen dan eksportir persenjataan Muslim terkemuka, yang menargetkan negara-negara Muslim lainnya yang tidak memiliki teknologi untuk memproduksi sistem tersebut. Turki juga dapat berperan sebagai penyalur bagi negara-negara Muslim yang tidak dapat membeli langsung dari produsen.

Keinginan Turki untuk mempercepat penelitian dan pengembangan teknologi militer terlihat jelas dari usahanya untuk mendapatkan transfer teknologi sebanyak-banyaknya dan hak penuh untuk penjualan kembali setiap sistem senjata yang dimilikinya.

Selain itu, Turki juga cukup cerdik untuk menarik negara-negara berpengalaman dan sedang membutuhkan sekutu atau dana seperti Ukraina. Turki dan Ukraina telah menandatangani kesepakatan pada IDEF 2017 untuk pengembangan bersama di bidang kapal maritim berdasarkan An-132.

Sudah menjadi rahasia umum bahwa kecintaan Turki terhadap kompleks pertahanan udara S-400 disebabkan keinginannya untuk membuat sistem rudal serupa. Walaupun begitu, kemampuan Turki sangat dipertanyakan.

Usaha Turki sebelumnya untuk membeli HQ-9 buatan Cina terbukti gagal dan Lockheed akhirnya menawarkan sistem MEADS pada Turki untuk memenuhi kebutuhan pertahanan udara jarak jauh.

Yang perlu dipertanyakan adalah motif Turki di belakang usahanya membeli HQ-9 (dulu) dan S-400 (sekarang). S-400 adalah kompleks yang sangat canggih untuk sebuah negara dengan sistem pertahanan udara terintegrasi yang dibangun hanya dengan menggunakan standar NATO. Perlengkapan S-400 akan menonjol karena ketidakmampuannya untuk terhubung dengan jaringan lainnya.

Turki secara aktif juga mencoba untuk memulangkan para ilmuwan dan teknisinya yang bekerja di luar negeri dan meningkatkan keterlibatan universitas serta pusat penelitian dalam proyek ini sebagai praktek standar.

Aseslan misalnya sedang bekerjasama dengan Universitas Bilkent untuk pengembangan radar AESA seperti yang telah disebutkan sebelumnya. Praktek ini mempunyai manfaat jangka panjang untuk membantu menciptakan teknisi-teknisi MIC handal yang terbiasa dengan cara kerja dan proyek-proyek lainnya yang sedang berjalan.

Tantangan Turki saat ini adalah menemukan keseimbangan antara ambisi dan kenyataan. Terlebih lagi setelah sejarah membuktikan bahwa dana dan waktu yang tidak terbatas dan persepsi Turki bagi para negara tetangga, teman dan sekutunya tidak selalu sama.

Kesimpulannya, ambisi Turki ini melebihi kemampuan Erdogan. Mengingat usia Erdogan yang kemungkinan hanya memiliki 15-20 tahun lagi untuk menjadi pemimpin fungsional, sebagian besar dari program ini hanya akan memasuki produksi tahap awal. Oleh karena itu, Turki sebaiknya fokus pada strategi jangka panjang.

Kakaouskia
http://thesaker.is/turkeys-ambitious-road-on-military-independence/