Libya, negara yang pernah dianggap sebagai paling maju di Afrika, luluh lantak akibat serangan Amerika yang dipimpin NATO pada 2011.

Kini, 4 tahun setelahnya, Libya bukannya terbebaskan, namun masih terkurung dalam lingkaran kekerasan dan kekacauan, dan kini mulai dikuasai Daesh.

Washington membantu Daesh menjejakkan kaki di Sirte, yang menjadi titik untuk menyebar ke area lain – dengan misi merebut minyak Libya, usaha yang mungkin tinggal menunggu waktu saja.

Sirte adalah pintu gerbang ke beberapa ladang minyak utama dan penyulingannya. Bagi Daesh, “Sirte tak akan jauh berbeda dengan Raqqa.”

Mereka beralasan bahwa langkah ini perlu untuk menghadang 5000 ekstrimis Daesh yang telah menguasai lebih dari selusin ladang minyak, sembari berusaha merebut penyulingan minyak utama Libya di Marsa al Brega.

Meski pejabat Libya menolak rencana pemboman atau penerjunan pasukan Amerika, laporan menunjukkan rencana penurunan sekitar 1000 tentara Inggris dengan dalih melawan Daesh – yang akan didukung dengan ribuan tentara Amerika, Perancis dan Italia.

Mereka beralasan bahwa langkah ini perlu untuk menghadang 5000 ekstrimis Daesh yang telah menguasai lebih dari selusin ladang minyak, sembari berusaha merebut penyulingan minyak utama Libya di Marsa al Brega.

Marsa al Brega merupakan penyulingan terbesar di Afrika – terletak di antara Sirte dan Benghazi – yang akan memberi siapapun yang menguasainya, kontrol penuh atas minyak Libya.

Tentara Amerika pimpinan NATO ini berniat untuk beroperasi di Libya secara ilegal. Kampanye pemboman mungkin tak terelakkan, melibatkan pesawat tempur koalisi, yang tentunya akan menyebabkan lebih banyak kehancuran, dan juga mendukung pergerakan Daesh.

Hal ini serupa dengan apa yang dilakukan koalisi di Syria dan Iraq, menyerang infrastruktur dan gedung milik pemerintah setempat, bertindak sebagai angkatan udara bagi para teroris.

Pada malam tahun baru, Menteri Luar Negeri Rusia menuduh Washington melakukan perang ‘palsu’ terhadap Daesh. Pernyataan ini berdasar dengan kampanye pemboman Amerika selama setahun penuh di Syria gagal untuk melihat konvoi truk tanker minyak yang mengangkut minyak selundupan dari Daesh.

“Aksi koalisi Amerika di Syria secara prinsip tidak sah. Mereka melanggar kedaulatan negara, melanggar aturan Dewan Keamanan PBB, dan pemerintah Syria tak pernah memberi ijin pada mereka.”

Dan akhirnya bisa ditebak, ketimbang memerangi Daesh dan grup teroris lainnya, Washington secara terbuka mendukung mereka – dan kini skema yang sama akan dijalankan di Libya.

 

Stephen Lendman – http://www.globalresearch.ca/western-war-on-libya-imminent/5499465