Beberapa hari sebelum masyarakat dunia terpikat untuk memberikan bantuan kemanusiaan, terharu karena melihat gambar seorang bocah terluka bernama Omran Dagneesh yang masih berumur 4 tahun, kelompok jihadis yang sama memotong leher seorang bocah Palestina bernama Abdullah Issa yang masih berumur 10 tahun secara terang-terangan di Aleppo.

Geng bersenjata dukungan barat berusaha menyalahkan serangan udara Suriah dan Rusia atas insiden Omran.  Namun pembicara dari Kementerian Pertahanan Rusia mengatakan angkatan udara Rusia “tidak pernah melakukan serangan di dalam area pemukiman penduduk… (khususnya tidak di) al-Qaterij, sebagaimana diberitakan oleh media barat, yang berdekatan dengan jalur keluar penduduk setempat yang dibuka untuk misi kemanusiaan Rusia.”  Media barat mengabaikan pernyataan ini.

Inilah ‘perang kemanusiaan’ saat ini beserta propagandanya.  Sekelompok tentara bayaran melakukan banyak tindakan kriminal yang mengerikan, menyombongkan perbuatan mereka ke masyarakat, kemudian menyalahkan pasukan Suriah atas tindakan kriminal yang sama atau penyerangan terhadap ‘penduduk sipil’. Tidak ada akuntabilitas untuk pemberitaan yang berat sebelah dan pemalsuan yang diulang-ulang karena adanya hubungan dekat yang dinikmati para teroris dengan negara sponsor dan saluran media yang ditanam (embedded media channel), seperti al Jazeera dan CNN.

Gambaran Omran kecil, yang ditayangkan oleh kelompok pendukung jihadis, mendapatkan sorotan luas dari media barat yang telah mendukung kelompok-kelompok tersebut selama lebih dari lima tahun dalam perang teroris yang brutal ini.  Di sisi lain, video pembunuhan Abdullah kecil sangat diabaikan, atau dicemooh dengan klaim kalau anak itu berumur 18 tahun, atau mata-mata untuk milisi Palestina pro-Suriah Liwa al-Quds.

Pelaku pemotong leher anak itu merupakan dari kelompok bersenjata dukungan Amerika yaitu Noureddin al Zinki, kebanyakan bermarkas di Aleppo Timur dan sekarang sedang diserang pasukan Suriah.  Departemen Luar Negeri Amerika mengklaim sedang menimbang ‘pemberhentian sementara’ untuk dukungan ke al-Zinki, menunggu konfirmasi berita.

Fotografer utama Omran adalah Mahmoud Rslan, menurut media sosialnya merupakan teman dekat dan simpatisan al Zinki, yang mengatas namakan dirinya sendiri ‘aktivis media’ dan anggota Aleppo Media Center yang didanai Amerika.

Rslan mengatakan ke media Amerika bahwa Amerika dan Inggris mendanai grup ‘The White Helmets’ yang melakukan penyelamatan Omran, menambahkan bahwa ‘air mata mulai berkucuran ketika mengambil foto’.  Namun tidak ada catatan apakah dia menangis ketika teman dekatnya membunuh Abdullah.

White Helmets mempresentasikan diri mereka sebagai pahlawan pada perang di Suriah, sebagai tim penolong medis dan kemanusiaan yang independen.  Kenyataannya, sebagaimana penulis Vanessa Beeley dan pembuat-film Steve Ezzedine tunjukkan, bahwa grup ini berhubungan erat dengan Jabhat al Nusra, dan telah berpartisipasi dalam protes dan eksekusi antar kelompok.  Meskipun grup ini menolak telah menerima dana dari pemerintah, pemerintah Inggris dan Amerika telah mengakui membayar puluhan juta dollar.

Segera setelah hubungan Rslan dengan al-Zinki terungkap, dia menghapus gambar-gambar bendera dari kelompok teroris dan ‘martir’ dari spanduk halaman facebooknya (sekarang telah offline).  Tetapi screen-shot dari halamannya menunjukkan kalau ia sedang memanggil pejuang al Zinki “martir dari informasi bebas di Aleppo,” selagi menunjukkan gambar “saat indah… (bersama) pahlawan di garis depan yang menggulirkan Assad.”  Selain dari foto ‘viral’ Omran, adegan video penyelamatan yang seharusnya,  juga diunggah oleh Pusat Media Aleppo.

Apakah Pusat Media Aleppo (PMA) dan siapakah para ‘aktivis media’ itu? Menurut ‘Organisasi Ekspatriat Suriah’ (OES) bayangan yang berbasis di Washington, mereka telah mengkoordinasikan dan menyediakan bantuan teknis dan keuangan kepada PMA sejak Oktober 2012.  Sebaliknya, OES menerima donasi ratusan ribu dollar dari sumber tak bernama.  Dalam laporan tahunan 2014, OES melaporkan daerah utama yang dilakukan pekerjaan kemanusiaan dan pembangunan adalah Raqqa, Moaddamia, Idlib dan Douma: daerah yang didominasi oleh ISIS, al Nusra dan kelompok pembunuh lainnya.

Seperti kebanyakan grup-grup ciptaan Amerika lainnya (The Syrian Campaign, the White Helmets), OES berkomitmen untuk menggulingkan pemerintahan Suriah.  Itu juga merupakan tujuan dari pemerintah Amerika dan juga tujuan luar (its longer standing periphery) dari Organisasi Non-Pemerintah (NG0) seperti Human Right Watch dan Amnesti Internasional (Amerika).

Petisi dari para akademisi dan Pemenang Piala Nobel telah mengutuk ‘pintu bergulir’ (revolving door) para anggota yang masuk dari dan pindah ke Kementerian Luar Negeri Amerika.  Sesungguhnya, sangat terlihat jika penyokong perang proksi ‘kemanusiaan’ dengan gaya seperti ini, sebagaimana dilakukan melawan Libya dan Suriah, datang dari sisi politik barat yang ‘liberal’.  Inilah mengapa, kita melihat New York Times dan the UK Guardian berada di garis depan propaganda melawan Suriah.

Karakter sesungguhnya pada perang di Suriah melibatkan kekuatan-kekuatan besar menggunakan kekuatan reaksioner di wilayah itu untuk menghancurkan satu lagi negara berdaulat.

Intervensi kemanusiaan juga terlihat menarik bagi Amnesty International, yang pernah terlibat mendukung perang teluk pertama pada tahun 1990 dengan dalih yang salah (false pretext), kemudian mendukung lagi pemboman NATO di Libya dengan dalih yang salah lagi pada tahun 2011.  Pada tahun 2012, Amnesty International  memuji kependudukan NATO di Afghanistan, dengan klaim jika mereka telah memajukan hak-hak wanita.  Di Suriah, Amnesty International telah secara konsisten melakukan misrepresentasi perang proksi tersebut.

Namun, kita harus mengakui jika perang propaganda yang dilakukan Washington dan sekutunya, didesain untuk membingungkan dan membelokkan perhatian dari kejahatan tentara proksi mereka yang mengerikan, telah cukup berhasil.  Mitos ‘perang saudara’, ‘pemberontak yang moderat’ dan tentara Suriah tidak melakukan apapun kecuali ‘menembaki orang sipil’ (targeting civilian) tetap bertahan.

Meskipun pengakuan terbuka dari pegawai Amerika yang sangat senior bahwa mereka dan sekutu dekatnya (terutama Saudi, Turkey dan Qatar) telah mendanai setiap kelompok teroris di Suriah, khususnya untuk menggulingkan pemerintahan yang dipimpin Presiden Bashar al Assad.  Itu tidak terlalu rumit.  Tetapi pengakuan dan bukti kadang tidak terkait dengan narasi di masa perang.

Karakter sesungguhnya pada perang di Suriah melibatkan kekuatan-kekuatan besar menggunakan kekuatan reaksioner di wilayah itu (kelompok tentara bayaran, berdasarkan ideologi Saudi-Wahabi) untuk menghancurkan satu lagi negara berdaulat.

Kenyataannya hanya ada satu perang di Timur Tengah selama 15 tahun terakhir.  ‘Permainan besar’ ini dilancarkan oleh rezim Bush pada tahun 2001, menginjak-injak Afghanistan dan Irak, menguntit Iran, termasuk kegagalan Israel untuk menghancurkan Hezbollah dan hancurnya Libya kecil oleh Obama.

Namun, dengan adanya perkembangan aliansi Suriah, permainan besar ini telah menabrak tembok.  Penyusunan kembali kekuatan regional berarti rencana lain akan terurai.

Tim Anderson
http://www.telesurtv.net/english/opinion/The-Omran-Deception-20160901-0012.html