Pelapor Khusus PBB atas situasi hak asasi manusia di wilayah Palestina menyampaikan pengunduran dirinya. Hal ini disebabkan penolakan rezim zionis Israel untuk memberinya akses memasuki wilayah pendudukan.

Diplomat Indonesia, Makarim Wibisono, yang didaulat mengemban tugas ini sejak Juni 2014 mengatakan, awalnya ia dijanjikan oleh Israel kemudahan untuk bisa memasuki Gaza dan Tepi Barat.

“Saya mengemban mandat ini dengan pemahaman bahwa Israel akan memberi akses kepada saya, sebagai pengamat obyektif dan adil,” ujarnya dalam pernyataan yang dirilis Senin, (04/01).

Namun seperti halnya pendahulunya, profesor hukum asal Amerika, Richard Falk, Wibisono tak diperbolehkan memasuki Palestina melalui Israel. Meski Falk berhasil memasuki Gaza via Mesir pada 2012, Wibisono menganggap rute tersebut terlalu berbahaya bagi dirinya.

“Setelah permintaan terakhir saya pada Oktober 2015 agar bisa memiliki akses di akhir 2015, tak mendapat jawaban dari Israel, dengan sangat menyesal bahwa mandat yang diserahkan kepada saya, tidak akan bisa terpenuhi,” terang Wibisono.

Meski demikian, Wibisono tetap melanjutkan tugasnya dengan melaporkan melalui berbagai wawancara di luar wilayah Palestina, termasuk Yordania dan Mesir, dan juga melalui telekonferensi.

Angka-angka ini melambangkan skala kerusakan, tapi statistik saja tidak cukup untuk menerangkan intensitas penderitaan dan akibat dari konflik yang akan terus mendera warga Palestina yang tinggal di Gaza selama bertahun-tahun ke depan.

Pada Maret 2015, ia menyerahkan laporan yang membongkar kejahatan militer zionis di Gaza pada musim panas sebelumnya. Wibisono mengatakan bahwa 2.256 warga Palestina telah terbunuh dalam konflik, termasuk 1.562 warga sipil, yang mana 538 diantaranya anak-anak.

“Angka-angka ini melambangkan skala kerusakan, tapi statistik saja tidak cukup untuk menerangkan intensitas penderitaan dan akibat dari konflik yang akan terus mendera warga Palestina yang tinggal di Gaza selama bertahun-tahun ke depan.”

Laporan itu juga menyebut tindak kekerasan zionis di Tepi Barat, termasuk penahanan sistematis dan pelanggaran HAM atas anak-anak Palestina.

Posisi pelapor khusus hak asasi manusia atas Palestina didirikan oleh Komisi HAM dalam Resolusi tahun 1993. Pelapor terakhir yang bisa memasuki Palestina via Israel adalah profesor hukum dari Afrika Selatan John Dugard.

“Harapan saya adalah siapapun yang menggantikan saya akan berhasil untuk mengatasi rintangan ini, dan meyakinkan warga Palestina bahwa setelah setengah abad berada dalam pendudukan, dunia tak melupakan mereka,” ungkap Wibisono.

Wakil zionis Israel di PBB, dan Kementerian Luar Negerinya, tidak merespon hal ini. Meski Israel mengaku telah menarik diri dari Gaza sejak 2005, rezim zionis itu masih melakukan blokade wilayah laut.

 

https://news.vice.com/article/the-uns-expert-on-human-rights-in-palestine-resigned-because-israel-wont-let-him-enter-palestine