Perseteruan antara Saudi dan Qatar, memiliki banyak dimensi, yang sayangnya, sebagian besar sulit untuk diterka.

Permusuhan mendadak keduanya menjadi peristiwa penting, karena peran geopolitik masing-masing negara, yang tentu menyangkut nyawa jutaan penduduk sipil di Timur Tengah.

Namun melihat sepak-terjang keduanya yang terlibat mendalam dalam terorisme di Timur Tengah, kita tak bisa mengabaikan apa kaitan permusuhan mereka dengan negeri yang hingga kini masih dilanda wabah teror. Syria dan Iraq.

Pembebasan Mosul dan Raqqa yang tinggal menunggu waktu, menjadikan posisi Daesh terdesak di semua lini, apalagi dengan pertahanan terakhir mereka di provinsi Aleppo yang mampu direbut SAA beberapa hari yang lalu.

Namun keberhasilan Syria dan Iraq mengatasi perlawanan Daesh dinodai dengan aksi sengaja pasukan Kurdi pimpinan AS (yang kini mengepung Raqqa), yang memberi jalan bagi konvoi ratusan truk, personel dan persenjataan berat milik Daesh keluar dari Raqqa.

Sebagian pergerakan Daesh ini berhasil dicegat dan dihancurkan oleh AU Rusia, namun disinyalir perbandingan lolosnya begundal-begundal Daesh dari Raqqa masih cukup besar.

Gerombolan Daesh yang diberi jalan keluar oleh AS dari Raqqa sebelum operasi pembebasan kota itu membuat fokus dan prediksi sebelumnya menjadi kenyataan. Daesh dari Raqqa diperkirakan akan mengumpulkan kekuatan dan bergabung dengan anasir mereka yang kini mengepung Deir Ezzor, untuk merebut kota itu.

Namun serangan satu arah akan sangat mudah ditebak, dan karenanya, percepatan laju pelarian Daesh dari Mosul menjadi sangat penting. Jika bala bantuan dari Mosul datang tepat waktu, serangan dari berbagai lini ke Deir Ezzor akan cukup untuk merebut kota itu dari SAA.

Deir Ezzor menjadi sangat vital bagi Syria, karena proksimiti kedekatannya yang bisa digunakan untuk mengontrol perbatasan antara Syria dan Iraq. Penempatan pasukan AS dan Kurdi di perbatasan terbukti tidak efektif menghalangi laju migrasi ‘jihadis’, dan untuk mengatasinya, SAA bersama Hashd al-Shaabi dari Iraq bergerak simultan untuk menguasai perbatasan.

Namun pengamanan perbatasan yang berjalan cukup lancar di tenggara Syria, memiliki lubang yang menganga di Tanf, daerah perbatasan Syria – Iraq yang berdekatan dengan Yordania.

Suplai pengiriman bantuan baru persenjataan AS kepada ‘jihadis’ di wilayah itu, serta pelatihan milisi dan patroli besar-besaran menjadikan Al-Tanf ganjalan besar bagi Syria untuk menyegel perbatasan.

AS, Yordania dan ‘jihadis’ binaannya disinyalir sedang berusaha untuk membuka jalur migrasi Daesh ke Deir Ezzor dari Mosul tetap terbuka, dan yang pada akhirnya, memberi kesempatan bagi mereka untuk menyerang Deir Ezzor, dengan dalih ‘membasmi’ Daesh.

Strategi yang tak mengherankan, karena Deir Ezzor adalah daerah kaya minyak. Melepasnya pada SAA akan segera membuat perekonomian Syria bangkit, dan hal ini, harus dicegah. Lagipula, sekali AS menduduki Deir Ezzor, maka hampir dipastikan bahwa Washington tak akan beranjak dari situ meski Daesh sudah habis, karena Deir Ezzor merupakan pivot utama perbatasan Iraq dan Syria, menuju ladang minyak Syria yang lain, Palmyra.

Pergerakan pasukan SAA bersama milisi Iran dan Rusia, sempat dihadang secara brutal di sekitar al-Tanf, dengan serangan udara jet-jet AS. Hal ini menyebabkan kondisi di sekitar al-Tanf menjadi total stand-off, terutama setelah Hezbollah memasang senjata anti-udara di sekitar pasukan Syria.

Lalu, apa hubungan pergeseran titik tempur di Syria dengan perseteruan Saudi dan Qatar?

Qatar, adalah mahkota bagi hegemoni AS di Timur Tengah. Rezim al-Thani, menjadi rumah bagi lebih dari 10.000 serdadu AS, juga menjadi pusat reparasi dan service pesawat tempur AS. Selain itu, Qatar merupakan basis Markas CENTCOM AS, yang mengontrol seluruh komponen tempur udaranya, juga menjadi markas Komando Utama serta Pusat Operasi Angkatan Udara AS.

Dengan power AS yang terletak sedemikian besar di Qatar, tak mengherankan jika Qatar mulai berlagak pada Saudi, sang komandan tim, dan diperkirakan pengaruh Qatar terhadap bagaimana Komando Udara AS beroperasi di Timur Tengah cukup besar.

Secara ekonomi, AS akan kewalahan jika nekat untuk berkonfrontasi langsung dengan Qatar – untuk kembali mengambil kontrol penuh atas markas-markas pentingnya, karena selain perangkat militer, sumbangsih ekonomi yang diberikan Qatar terhadap Washington juga tidak main-main.

Di sisi lain, pendanaan jor-joran Qatar terhadap Jabhat al-Nusra menjadikan kelompok itu kini memiliki kekuatan militer dan persenjataan yang bisa dibandingkan dengan Daesh. Hal ini tentu menjadi momok bagi Saudi, karena mereka tak punya kontrol atas Nusra, sejak 2016 lalu.

Kesamaan tujuan AS dan Saudi terhadap Qatar, menjadikan mereka bersama sepakat untuk menyingkirkan Doha, atau paling tidak, menggulingkan sang Emir.

Are you getting the picture?