Terorisme telah banyak membuat masyarakat menderita; yang muslim maupun yang bukan; Arab maupun non-Arab. Terorisme telah menjadi fenomena global yang menguras sumber daya dan energi. Terorisme telah banyak menjatuhkan korban, baik korban mati maupun yang menjadi pengungsi dan orang-orang terlantar.

Terorisme jelas lahir dari cara berpikir radikal dan kejiwaan yang emosional; mereka membenci hidup dan kehidupan. Sifat orang yang hidup itu berkarya, sebagaimana Nabi SAW bersabda di dalam hadis yang diriwayatkan oleh Ashim bin Ubaidillah, dari Salim, dari bapaknya, bahwa “sesungguhnya Allah SWT mencintai seorang mukmin yang berkarya/ bekerja keras”.

Demikian juga sabda Rasulullah SAW yang menyatakan bahwa orang yang paling baik bukanlah orang yang meninggalkan kepentingan dunia untuk mengejar akhirat atau meninggalkan akhirat untuk mengejar dunia sehingga dapat memadukan keduanya. Sesungguhnya kehidupan dunia mengantarkan kamu menuju kehidupan akhirat. Rasulullah berwasiat agar jangan orang Islam itu menjadi beban orang lain.

Mereka yang berpandangan ingin selalu merusak dan menebarkan teror adalah orang-orang yang tidak mampu menyesuaikan diri dalam kehidupan (seperti yang digambarkan Rasulullah SAW tadi), apalagi dengan perubahan dan arus deras globalisasi.

Oleh karena itu, terorisme bukanlah masalah perjuangan atau yang lainnya, melainkan adalah balas dendam karena hidupnya yang menyedihkan itu. Balas dendam inilah yang dipupuk baik-baik oleh para pengusaha terorisme demi terlahirnya para simpatisannya.

Sejarah terorisme itu dimulai dari Khawarij yang mengangkat senjata untuk mewujudkan masyarakat ideal seperti pada era Khulafah al-Rasyidin. Padahal yang sesungguhnya adalah bahwa tema melawan ketidakadilan dan mewujudkan kebebasan hanyalah semacam politisasi yang bisa membenarkan semua tindakan teror-nya.

Yang biasa terjadi adalah bahwa terorisme itu lahir karena masa kecil yang menyedihkan, kekurangan vitamin agama dan peradaban, fatwa-fatwa yang menghasut, dan paham agama yang salah.

Berikut ini adalah paham-paham agama yang biasanya disalahpahami sekaligus dipelesetkan agar disalahpahami:

Pertama, jihad. Jihad adalah konsep Islam untuk melawan ketidakadilan dan agresi, serta untuk melindungi agama, manusia, tanah air, dan tempat-tempat suci. Jihad itu untuk melawan agresor, bukan malah melakukan agresi atas orang-orang yang tidak bersalah.

Allah SWT berfirman,

“Dan perangilah di jalan Allah orang-orang yang memerangi kamu, (tetapi) janganlah kamu melampaui batas, karena sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas (agresor).” (Q.S. al-Baqarah:190)

Allah SWT tidak pernah menyukai agresi. Tindakan membakar, menghancurkan, dan membuat kerusakan di muka bumi, adalah penyelewengan konsep Jihad yang diinisiasi oleh kaum Khawarij, yang telah menjadi monster ganas yang merusak. Tak ada yang selamat dari kejahatan mereka, dari mesjid-mesjid, sesama muslim, anak-anak, orang-orang tua, para ulama, anak, bahkan peninggalan-peninggalan sejarah hancur di tangan mereka. Jihad macam apa ini?

Kedua, al-wala’ wa al-bara’. Konsep ini sudah lama diselewengkan oleh oleh muslim ekstrim ketika mereka menafsirkan ayat “Janganlah orang-orang mukmin mengambil orang-orang kafir”. Konsep “loyalitas terlarang” adalah pemahaman yang lemah di era dimana setiap orang saling bergantung atas dasar hubungan internasional.

Mereka lupa bahwa konsep “loyalitas terlarang” itu jika ditujukan untuk melawan kepentingan umat Islam dan kemaslahatan mereka. Kita jadi bertanya-tanya, lalu dimanakah pemahaman dari ayat yang berbunyi: “Dan Kami jadikan kalian berbangsa-bangsa-bangsa dan berkabilah-kabilah agar kalian saling mengenal.”?

Ketiga, takfir (pengkafiran). Takfir (pengkafiran) adalah salah satu virus yang paling berbahaya yang melanda masyarakat kita. Bahaya takfir ini adalah dasar berpikirnya orang yang ingin menumpahkan darah orang lain dan merampas uang mereka. Kaum Khawarij tidak menumpahkan darah para Sahabat kecuali setelah mengafirkan mereka.

Takfir adalah senjata yang digunakan oleh kelompok-kelompok ekstrim terhadap masyarakat dan rezim di negara mereka dan terhadap setiap organisasi atau individu yang menentang kepentingan mereka.

Hampir tidak ada satu pun yang selamat dari bahaya takfir ini, baik ulama, pemikir, seniman, bahkan orang-orang biasa. Mereka hobi mengafirkan sesama manusia dan menyandarkan pengafiran itu kepada Allah.

Padahal Islam tidak membenarkan pengafiran (man kaffara musliman fahuwa kafir), juga penghalalan darah orang-orang Islam dan orang-orang non-muslim ahlu dzimmah. Ideologi takfiri melahirkan generasi bom bunuh yang rela membunuh diri mereka (melanggar aturan Allah) juga membunuh orang-orang yang tak bersalah lainnya (pelanggaran atas aturan Allah yang lain). Ideologi Islam mana yang membenarkan diri mereka melanggar aturan Tuhan mereka?

Keempat, amar ma’ruf nahi nunkar. Tidak ada mema’rufan (ma’ruf) lebih ma’ruf daripada keadilan. Dan tidak ada kemunkaran yang lebih munkar daripada kezaliman.

Dalam rangka membangun masyarakatnya, muslim dituntut melakukan hal yang positif melalui pembelaan terhadap kebenaran dan perlawanan terhadap kebatilan. Tidak ada alasan bagi seorang muslim untuk melakukan kekerasan, perusakan, pembunuhan, dengan dalih amar ma’ruf.

Negaralah yang menjadi satu-satunya lembaga yang memiliki monopoli hak untuk melakukan kekerasan yang sah jika dilakukan untuk melindungi masyarakat dari agresi dan korupsi.

Inilah arti dari sabda Rasulullah SAW bahwa pemerintahan yang fajir (yang korup) lebih baik daripada pembunuhan dan pembodohan: “al-imarah al-fajirah khairun min al-haraj.