“Dan kau tahu, sekarang ini ada orang gila (Kim Jong-un), kurasa dia gila, antara gila atau jenius, salah satunya, tapi dia sebenarnya tidak stabil, bahkan jika dibandingkan dengan ayahnya..“

Donald Trump, Agustus 2016

Bagian yang tak akan terhapuskan darinya (Perang Korea 1950 – 53), adalah kerusakan luar biasa akibat serangan udara AS terhadap Korea Utara, dari pemboman terus-menerus (dengan napalm), hingga ancaman untuk menggunakan nuklir dan senjata kimia, dan perusakan bendungan besar Korea Utara di akhir perang..

Bruce Cumings

Trump yakin bahwa Kim Jong-un adalah orang gila.

Media AS mengamini: Korut merupakan ancaman terhadap keamanan nasional AS, yang memerlukan serangan pencegahan menggunakan serangan misil THAAD dalam tabir ‘membela diri’.

Siapa yang gila? Kim atau Trump?

Menurut Yayasan Heritage:

Rezim jahat di Korea Utara merupakan salah satu ancaman paling besar terhadap kepentingan keamanan nasional AS. Pyongyang memberi ancaman berlapis pada perdamaian dan stabilitas di Asia, termasuk resiko global.

Pyongyang menanggapi dengan menyatakan bahwa AS (termasuk 29.000 serdadu yang ditempatkan di Korea Selatan) merupakan ancaman terhadap keamanan nasional Korea Utara, dan mereka merasa perlu untuk membela diri.

Amerika Serikat, ancaman bagi keamanan nasional Korea Utara?

Tunggu dulu. Korut tak berhak untuk membela diri. Mereka pasti gila.

Atau gilakah mereka?

Jenderal Curtis LeMay yang memimpin pemboman di Korea Utara dalam Perang Korea mengakui bahwa:

Kami datang kesana dan berperang, dan akhirnya membakar habis seluruh kota di Korea Utara, kurang-lebih, dan beberapa kota di Korea Selatan..

Dalam masa sekitar tiga tahun, kami membunuh sekitar dua puluh persen populasi Korea Utara sebagai korban perang, atau kelaparan dan paparan senjata.

Strategic Air Warfare: An Interview with Generals (1988)

Tentu saja, semua kematian dan pembantaian itu, bertujuan mulia untuk menjaga ‘demokrasi’.

Wilayah Korut dalam paralel tiga perdelapan dihujani ‘carpet bombing‘ secara merata, dan pemboman menggunakan napalm, yang mengakibatkan kerusakan 78 kota dan ribuan desa. Hasilnya, hampir seluruh gedung di Korea Utara hancur.

Menurut Mayjen AS William F. Dean:

Sebagian besar kota dan desa di Korea Utara menjadi puing-puing, atau tanah tak bertuan yang diselimuti salju.

Menurut penulis kenamaan dan veteran perang Vitenam, Brian Wilson:

Sangat mungkin bahwa daerah utara yang dikenai paralel tiga perdelapan kehilangan hampir sepertiga penduduknya dalam perang selama 37 bulan, 1950 – 53, mungkin merupakan jumlah korban perang yang belum pernah terjadi sebelumnya.

Lupakan soal para pemimpin gila.

Cobalah memposisikan dirimu sebagai warga Korea Utara, sebagai sesama manusia.

Setiap keluarga di Korea Utara, telah kehilangan setidaknya satu anggota keluarga dalam perang Korea. Tanyakan pada mereka: siapa yang menjadi ancaman bagi ‘keamanan nasional mereka’. Dan bukan itu saja. Korea Utara telah diancam AS dengan serangan nuklir selama lebih dari 60 tahun!

Bayangkan jika sebuah negeri asing menyerang Amerika Serikat, hingga semua kota besarnya hancur, dan 20 persen populasinya terbunuh. Bagaimana perasaanmu?

Itulah yang terjadi dengan Korea Utara.

“Sebarkan demokrasi Amerika. Bunuh Komunis!”

Siapakah yang menjadi ancaman keaman global, Korea Utara atau Amerika Serikat?

Trump mungkin sama gilanya dengan Kim Jong-un.

Lebih lagi, Trump sama sekali tak memahami sejarah abad ke-20, tidak pula ia mampu memahami konsekuensi tak terkatakan dari serangan perdana nuklir AS.

Dunia berada dalam persimpangan yang berbahaya. Para arsitek kebijakan luar negeri AS, terang saja, sudah gila.

Mengutip kata Stephen Lendman, Trump ingin memulai Perang Korea 2.0, yang tentunya akan memicu eskalasi militer di luar semenanjung Korea.

Puing-puing Pyongyang (1953)

Foto di bawah ini bukan Trump Tower di New York. Ini Pyongyang. Inikah yang ingin dihancurkan Trump? Lagi?

Pyongyang saat ini.

Prof Michel Chossudovsky
http://www.globalresearch.ca/north-korea-threatens-america-theyre-coming-theyre-going-to-blow-us-up/5579397