“Pembersihan” yang masih berlangsung di Arab Saudi, yang bersamaan dengan penculikan dan “pengunduran diri” paksa Perdana Menteri Lebanon Saad Hariri saat sedang berada di Arab Saudi, menimbulkan banyak pertanyaan mengenai sosok yang berada di pusat drama ini: Putra Mahkota Arab Saudi dan penguasa de facto negara tersebut, Muhammad bin Salman.

Teka-Teki Putra Mahkota

Pandangan terhadap Muhammad bin Salman berbeda-beda, ada yang memandangnya sebagai reformis sejati yang memahami bahwa Arab Saudi sangat memerlukan perubahan untuk mencegah kejatuhan yang sudah di depan mata, ada pula yang melihatnya sebagai penjudi dan calon diktator dengan  niat memusatkan kekuatan Arab Saudi pada orang-orangnya sendiri.

Kedua teori tersebut tidak saling berdiri sendiri. Mungkin saja Muhammad bin Salman adalah gabungan keduanya: seseorang yang ingin menjadi diktator Arab Saudi supaya bisa melakukan reformasi, yang menurutnya dibutuhkan Arab Saudi untuk tetap bertahan, dan mungkin juga dia yakin tujuan tersebut tidak bisa dicapai dengan cara lain.

Saya curiga alasan ini yang dia gunakan untuk menjelaskan tindakannya kepada anggota Keluarga Kerajaan dan ayahnya yang merupakan Raja Arab Saudi, dan alasan ini pula yang dipercaya atau dianut oleh para pendukungnya di Arab Saudi – yang mana dia punya banyak pendukung.

Namun meski pun hal ini adalah aksi sesungguhnya dari Muhammad bin Salman dan “reformasinya”, tetap saja menurut saya tindakan tersebut adalah langkah besar ke arah yang salah baik bagi Arab Saudi mau pun dirinya sendiri. Saya akan jelaskan kenapa [tindakan tersebut salah] dalam artikel ini.

Supaya bisa dimengerti, penting untuk melihat situasi terkini Arab Saudi dan langkah-langkah yang diambil Muhammad bin Salman untuk “mereformasi” dan menyelamatkan negara ini.

Kondisi Arab Saudi

Melihat keadaan Arab Saudi, saya tidak melebih-lebihkan saat berkata bahwa kondisi di sana sedang menuju krisis dan pada akhirnya bisa terjadi revolusi dan perang saudara.

Pertama, Arab Saudi bukanlah negara konvensional tapi lebih merupakan warisan turun-temurun keluarga penguasa, yang merupakan asal-muasal nama negara ini.

Kaum Al-Saud pada dasarnya memerintah Arab Saudi sesuai keinginan mereka, memperlakukan sumber daya minyak yang sangat banyak sebagai milik mereka sendiri, pada beberapa kasus mengumpulkan kekayaan pribadi yang sangat besar dari hasil penjualan minyak.

Semua laki-laki anggota keluarga Al-Saud – yang berjumlah ribuan – memiliki gelar “pangeran”, dan meski pun kekayaan keluarga – yang juga kekayaan Kerajaan – dikatakan dipusatkan pada ‘hanya’ 2000 di antara meraka, semua anggota laki-laki keluarga Al-Saud mengharapkan dan menerima posisi istimewa di Kerajaan.

Lebih jauh lagi, karena praktik poligami maka jumlah ‘pangeran’ bertambah secara konstan dan cepat, meningkatkan beban anggaran Kerajaan untuk menyokong mereka.

Karena anggota laki-laki keluarga Al-Saud yang terus bertambah memonopoli posisi teratas Kerajaan karena hak sejak lahir mereka, maka sistem yang mirip dengan meritokrasi di mana posisi dipegang oleh [mereka] yang berprestasi, sebagaimana yang dianut oleh negara-negara lain, tidak mungkin terjadi di Arab Saudi.

Meski pun beberapa anggota keluarga Al-Saud memang merupakan orang yang mampu dan pintar yang bekerja dengan serius, bukan berarti semua atau bahkan sebagian besar dari mereka juga begitu, yang menyebabkan birokrasi dan struktur Kerajaan penuh dengan inefisiensi, sebuah fakta yang menjelaskan kenapa angkatan bersenjata Arab Saudi yang besar terbukti tidak mampu mengalahkan milisi Houthi di Yaman yang kecil.

Yang memperparah masalah, 15.000-an anggota keluarga Al-Saud yang ada masih harus ditambahi anggota dari berbagai suku dan keluarga yang sudah bersekutu dengan Al-Saud sejak lama dan juga rival kuat bebuyutan, seperti Al-Rashid, dan yang harus dibuat tetap loyal dengan ditawari potongan besar kue Saudi dalam bentuk keistimewaan fiskal dan pekerjaan.

Di bawah struktur yang luas, berat, dan [punya kecenderungan untuk] korup adalah massa dari populasi Saudi.

Kesetiaan mereka dipertahankan dengan kombinasi dari pemaksaan – keluarga Al-Saud telah berulang kali menunjukkan kekerasan mereka dalam menekan penantang – kontrol informasi ketat, indoktrinasi berat agama, dan kultur sumbangan ekonomi di mana keluarga Al-Saud memberikan berbagai keistimewaan fiskal dan kesejahteraan dalam rangka menjaga populasi tetap setuju, kalau pun tidak bahagia.

Per definisi hal ini bukanlah sistem yang memungkinkan untuk pertumbuhan ekonomi atau inovasi atau perkembangan teknologi, dan meski pun ada beberapa rakyat Saudi yang berpendidikan tinggi dan sebagian kecil merupakan ilmuwan ternama, Kerajaan gagal untuk melakukan diversifikasi ekonomi selain dari minyak atau membentuk masyarakat sipil yang layak atau kehidupan intelektual sejati.

Anggaran yang Bermasalah

Sifat dari sistem Saudi sudah menjadi sedemikian rupa sehingga sangat sulit untuk memotong pengeluaran saat terjadi penurunan harga minyak karena pemotongan tersebut juga berarti pemotongan permintaan yang terus meningkat dari kaum elit Saudi dan populasi keseluruhan.

Pada praktiknya, karena jauh lebih sulit untuk memangkas kekayaan dan keistimewaan keluarga Al-Saud dan keluarga elit lainnya, maka penghematan selama periode paceklik diteruskan ke bawah ke populasi umum tanpa proporsi yang sesuai. Hasilnya adalah timbulnya ketegangan sosial, yang karena indoktrinasi berat agama cenderung untuk mengekspresikan [ketegangan tersebut] dalam bentuk ekstrimisme Jihad.