Media korporasi, yang kita kenal sebagai Media Mainstream (MSM), adalah sebuah entitas yang korup hingga ke akar-akarnya.
Hingga saat ini, pemerintah AS menikmati kebebasan untuk mengarang sesuatu, terutama sekarang ketika mereka bergerak atas dasar payung National Defense Authorization Act (NDAA), namun ini tak membuat banyak reporter untuk menyaring sumber berita, atau mencari sumber tambahan. Sayangnya, kebiasaan ini begitu sering terjadi hingga setiap orang berakal akan kesulitan untuk menerima berita MSM sebagai hal yang akurat.
Ini bukan masalah remeh. Dalam hukum internasional, apa yang kini tampil sebagai berita di media Barat sebenarnya adalah berita yang dilarang. Ini berbahaya, dan strategi mereka terus menuai pemahaman populer yang menjadi tabir holocaust yang kini terjadi di Timur Tengah.
Harusnya, reporter terlebih dulu menyaring berita dari NGO, namun yang terjadi malah mereka secara membabi-buta menerima propaganda dan menyebarluaskannya ke seluruh dunia. Penulis Vanessa Beeley, yang merupakan anggota Steering Committee dari Syria Solidarity Movement Internasional, melaporkan bahwa NGO ini bergabung membentuk ‘kekuatan terselubung’ yang berpihak pada hegemoni imperialis.
Penulis/fotografer/jurnalis kawakan, Eva Bartlett telah mengumpulkan kompilasi beberapa organisasi yang patut dipertanyakan, di bawah ini:
- Avaaz
- Amnesty International
- Hand in Hand for Syria
- Human Rights Watch (HRW)
- Ken Roth
- Medecins Sans Frontiers/Doctors Without Borders
- Physicians for Human Rights (PHR)
- Purpose Inc.
- “The Syria Campaign”
- White Helmets/”Syrian Civil Defence”
- Syrian Observatory for Human Rights (SOHR)
Sumber pendanaan organisasi-organisasi ini harusnya menjadi target penyelidikan bagi reporter yang memang berniat memberitakan kebenaran.
Sebagai contoh, kita tahu bahwa Kongres AS mendanai USAID dan ragam afiliasinya, termasuk National Endowment for Democracy (NED) dan juga International Republican Institute (IRI). Organisasi-organisasi ‘non-pemerintah’ ini merupakan basis terdepan dari CIA dan bekerja untuk mewujudkan operasi pergantian rezim di seluruh dunia. Lebih akuratnya, mereka menjadi perwakilan intervensi asing ilegal dalam urusan dalam negeri yang mereka tumpangi, dengan menjejalkan pandangan AS kepada negara-negara itu.
Saat sebuah pemerintah sedang ‘direnovasi’, atau ada revolusi ‘berwarna’ yang lalu berubah menjadi peperangan terbuka, NGO seperti mereka ini berada di balik bayangan sebagai sutradara. USAID, contohnya, merupakan pendana utama dari gerombolan ‘White Helmets’ di Syria.
Selain itu, terdakwa kriminal ekonomi George Soros juga menyediakan hingga $100 juta dolar sebagai tambahan dana untuk HRW. Untuk membuat kesan adanya ‘kenetralan’ dalam organisasi, bos HRW, Ken Roth menyarankan untuk pemboman terhadap Syria, sementara direkturnya, Tom Malinowski, malah mendukung aksi penyiksaan ilegal.
Private Intelligence Agencies (PICS) juga merupakan bagian dari ‘kekuatan terselubung’ ini. Grup Intelijen milik Rita Katz, SITE, menyediakan video dan foto pemenggalan yang dilakukan Daesh, untuk konsumsi publik, dengan maksud untuk menggalang persepsi dan menyiapkan preteks untuk invasi ilegal.
Sebuah video yang baru-baru ini muncul menggambarkan bahaya inheren dari mendasarkan kebijakan dan persepsi dari sumber yang tidak jelas. Juru bicara AS membuat tuduhan serius bahwa Rusia membom rumah sakit di Syria. Ketika ditanya wartawan mengenai dasar tuduhan itu, sang juru bicara menyebut laporan ‘jurnalis’, grup sipil dan ‘informasi operasional’. Bukti yang lebih kuat, malah menunjukkan tuduhan ini sama sekali bohong.
Hal-hal ini bukan kebohongan yang remeh atau salah persepsi, karena model intelijen palsu telah menjadi jalan dan pemicu invasi ilegal, dan sangat mungkin untuk terus diulang.
Mark Taliano
http://ahtribune.com/politics/73-mainstream-media-corrupt.html